Selasa, 27 Desember 2016

ALIRAN-ALIRAN DALAM SASTRA



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan bacaan yang bermanfaat.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.







Hormat kami,   


Penyusun 









 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MAKALAH ALIRAN-ALIRAN DALAM SASTRA

 

A.   LATAR BELAKANG

 

Penulisan makalah ini ditujukan untuk menambah wawasan Mahasiswa tentang kesusteraan pada umumnya dan kesusteraan Indonesia khususnya. Penulis memilih tema ini merupakan hasil dari pilihan dari dosen kita. Penulis juga khususnya memilih tema aliran sastra khususnya aliran Romantisme/Romantik karena selama ini tidak pernah mendapatkan ajaran dan penulisan tema tersebut sekaligus menambah pengetahuan dan wawasan penulis. Makalah ini juga ditujukan untuk memenuhi tugas yang dibebankan pada saya sehingga dengan menambahnya wawasan, rasa cinta terhadap kesusasteraan Indonesia juga bisa bertambah. 


B.   RUMUSAN MASALAH

1.    Apa pengertian aliran sastra ?                                             
2.    Berapakah jenis-jenis aliran sastra ?
3.    Apa ada keterkaitan karya sastra dengan aliran romantisme ?

C.   PEMBAHASAN

1.    ALIRAN SASTRA

Aliran sastra merupakan pandangan atau haluan yang mempengaruhi jiwa pengarang dalam membuat suatu karya sastra.

Aliran-aliran dalam kesusastraan memiliki kesamaan dengan aliran dalam kesenian yang lain, misalnya dalam seni lukis, seni drama, bahkan dalam dunia filsafat dan kehidupan sosial. Aliran dalam kesusastraan berhubungan erat dengan pandangan hidup dan kejiwaan pengarang dan penyair, serta biasanya terekspresikan dalam karya-karya mereka. Artinya, kita memasukkan seorang sastrawan/sastrawati ke dalam aliran tertentu,  hendaknya berdasarkan buah cipta mereka. Dengan demikian, seorang pengarang bisa dimasukkan ke dalam beberapa aliran, karena corak karyanya yang bermacam-macam. Sementara itu, sebuah novel, cerpen, puisi  atau teks drama bisa dijadikan beberapa contoh yang menunjukkan bahwa seorang pengarang menganut beberapa aliran.
Ambillah contoh “Nyanyi Sunyi” karya Amir Hamzah, “Ziarah”, “Merahnya Merah”, dan “Kering” karya Iwan Simatupang, “Gadlob” dan “Adam Makrifat” karya Danarto, “Harimau! Harimau!”, “Jalan Tak Ada Ujung” dan “Maut dan Cinta” karya Muchtar Lubis. Antologi puisi “Nyanyi Sunyi” bisa digunakan contoh untuk romantisme, mistisme, atau religiusme, tiga novel Iwan yang tadi telah disebut untuk absurdisme dan eksistensialisme, karya-karya Danarto untuk mistisisme, simbolisme dan absurdisme, karya-karya Muchtar Lubis untuk idealisme, humanisme, psikolonialisme.
Aoh. K. Hadimadja dalam bukunya “Aliran-aliran Klasik Romantik, dan Realisme dalam Kesusastraan” mengatakan bahwa “aliran itu tidak lain daripada keyakinan yang dianut golongan-golongan pengarang yang sepaham, ditimbulkan karena menentang paham-paham lama. Adakalanya para penganut aliran yang sama tidak sepaham benar-benar, akan tetapi pada dasarnya mereka tidak bertentangan, dan ciri-cirinya pengarang membawa pembawaan dan kepribadian yang khas atau ada seorang karena ciri-ciri yang umum itu, mereka dapat digolongkan ke dalam aliran tertentu”.
Sementara itu H. B. Jassin dalam bukunya “Tifa Penyair dan Daerahnya” menyatakan bahwa aliran dalam sastra dapat “ mengenai cara pengucapan daripada isi yang diucapkan, “ tetapi “ ada pula aliran-aliran yang menyatakan isi“.
Dari penjelasan di atas dapatlah kita pahami bahwa aliran dalam sastra sebenarnya berpangkal pada kesadaran sastrawan untuk menentang paham atau aliran sebelumnya. Perlawanan menentang paham atau aliran lama itu diwujudkan dalam bentuk ciptaan yang menunjukkan ciri lain daripada yang ada sebelumnya. Ingatkah Anda pada kumpulan sanjak “Tiga Menguak Takdir”? Kumpulan sajak itu sebenarnya merupakan bukti perlawanan kelompok penyair muda (Chairil Anwar, Rivai Apin, Asrul Sani) terhadap Sutan Takdir Alisjahbana. Perlawanan itu bertolak dari konsepsi kesenian yang berbeda antara dua kelompok sastrawan itu (Pujangga Baru versus Angkatan ‘45).
Di Indonesia sebenarnya adanya aliran yang secara sadar diperjuangkan untuk menentang paham atau aliran sebelumnya belum banyak terjadi. Hal ini salah satu di antaranya disebabkan oleh usia sejarah sastra Indonesia yang belum begitu lama.
Salah satu indikator (petunjuk) adanya golongan yang menentang kelompok sastrawan sebelumnya adalah : adanya suatu manifestasi yang menyatakan pendirian kelompok itu dalam memperjuangkan gagasan-gagasan barunya. Angkatan ‘45 misalnya dengan manifestasi yang tercantum pada “ Surat Kepercayaan Gelanggang “ menyatakan pendirian kelompok tersebut, yang berbeda pendirian dari kelompok sastrawan Pujangga Baru, sementara itu  “ Manifes Kebudayaan “ (17 agustus 1963) lebih banyak merupakan sikap politik dari sastrawan kelompok bebas (Manifes) terhadap sastrawan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), daripada pernyataan melawan kelompok sastrawan generasi sebelumnya. Hal ini disebabkan sastrawan kelompok Manifes dan kelompok Lekra hidup sezaman.

2.    JENIS-JENIS ALIRAN SASTRA.

Berikut ini akan kita pelajari beberapa aliran dalam sastra. Hendaknya dipahami bahwa aliran-aliran yang disebutkan di sini tidak menjamin bahwa sastrawannya secara sadar ingin memperjuangkan gagasan-gagasan aliran, dengan konsep atau pengertian aliran. Dapat kita indentifikasi karya sastra tertentu termasuk ke dalam kategori aliran sastra tertentu. Hendaknya kita sadari bahwa masalah aliran ini bukan merupakan monopoli bidang sastra. Aliran-aliran itu dapat berlaku dalam bidang seni lainnya, terutama pada seni lukis.
Demikianlah jika kita berbicara tentang aliran realisme, maka aliran itu tidak hanya khusus berlaku pada sastra, tetapi juga berlaku pada seni lukis. Penjelasan berikut ini tidak berdasarkan pada urutan sejarah kelahirannya.

a.    REALISME

Aliran ini mengutamakan realitas kehidupan. Sastra realis merupakan kutub seberang dari sastra imajis. Apa yang diungkapkan para pengarang realis adalah hal-hal yang nyata, yang pernah terjadi, bukan imajinatif belaka. Biografi, otobiografi, true-story, album kisah nyata, roman sejarah, bisa kita masukkan ke sini. Sastra realis juga berbeda dengan berita surat kabar atau laporan kejadian, karena ia tidak semata-mata realistik. Sebagai karya sastra, ia pun dihidupkan oleh pijar imajinasi dan plastis bahasa yang memikat.
Novel “Fatimah“ karya Titie Said, “Rindu Ibu adalah Rinduku” karya Motinggo Boesye, “Bilik-bilik Muhammad” karya A.R.Baswedan, skenario  “Arie Anggara“ karya Arswendo Atmowiloto, Novel “Pada Sebuah Kapal” karya N. H. Dini,novel biografis “Pangeran dari Seberang“ karya N.H.Dinitentang Amir Hamzah, “Kota Harmoni” karya Idrus, novel “Dari Hari ke Hari“ Mahbub Junaidi, “ Guruku Orang Pesantren “ Syaifuddin Zuhri merupakan sekadar contoh sastra realis ini. Ia berusaha berjujur terhadap kenyataan, tetapi hal-hal yang peka, diungkapkan dengan cukup etis dan sublim.
M.H. Abrams dalam kamusnya “ Glossary of Literary Terms “ menyebutkan bahwa realisme digunakan dalam 2 pengertian :
a.    Untuk mengidentifikasi gerakan sastra pada abad XIX, khususnya prosa fiksi.
b.    Menunjukkan cara penggambaran kehidupan di dalam sastra. Fiksi realistik sering dioposisikan dengan fiksi romantik. Di dalam romantik disajikan kehidupan yang lebih indah, lebih berani mengambil resiko, dan lebih heroik, dari pada yang nyata.

b.    SURREALISME

Aliran yang terlalu mengagungkan kebebasan kreatif dan berimajinasi sehingga hasil yang dicapai menjadi antilogika dan antirealitas. Bisa jadi apa yang terungkap itu pada mulanya berangkat dari kenyataan sekitar, tetapi karena desain imajinasinya itu sudah demikian sarat, kuat dan jauh, ia terasa ekstrim dan radikal. Ada semacam keadaan trans (hanyut/kesurupan) di sana, sesuatu yang tidak kita temukan dalam realisme maupun naturalisme.
Surrealisme lebih dekat terhadap absurdisme daripada terhadap realisme. “Ziarah” karya Iwan Simatumpang,Radio Masyarakat” karya  Rosihan Anwar,dari sisi tertentu sanjak-sanjak Rendra “ Khotbah “, “ Nyanyian Angsa “,  “ Mencari Bapa“, cerpen-cerpen Danarto “ Godlob “, “ Kecubung Pengasihan “, “ Rintrik “, “ Sanu, Infinita Kembar “ Motenggo Boesye bisa ditunjuk sebagai contoh surrealisme.
Surrealisme merupakan gerakan di kalangan pengarang dan pelukis di Perancis, yang dimulai sekitar tahun 1920 an. Gerakan ini menghendaki adanya kebebasan dalam kreativitas artistik, mengungkapkan bawah sadar dengan imaji-imaji tanpa adanya urutan atau koherensi (seperti di dalam mimpi), membebaskan diri dari alasan yang logis, standar moralitas, konvensi dan norma-norma sosial dan artistik.
Surrealisme dapat diartikan sebagai melebihi realisme, karena surrealisme juga mengagung-agungkan asosiasi yang bebas serta penulisan secara otomatis, fantasi yang tak terkendali serta asosiasi yang bebas mewakili suatu dunia yang lebih realistis daripada kenyataan yang riil. Surrealisme mencoba mengeksploatasi materi-materi di dalam mimpi, keadaan jiwa antara tidur dan jaga, dan menyerahkan penafsirannya kepada pembaca.
H.B. Jassin menyatakan bahwa “Surrealisme menghendaki keseluruhan dan kesewaktuan…Sebab itu hasil kesusastraan surrealisme jadi sukar untuk menurutkannya, logika hilang, alam benda dan alam pikiran dan angan-angan bercampur baur dalam keseluruhan dan kesewaktuan.

c.    ABSURDISME

Aliran dalam kesusastraan yang menonjolkan hal-hal yang di luar jalur logika, satu kehidupan dan bentang peristiwa imajinatif, dari alam bawah sadar, suasan trans. Pengarang aliran ini punya kesan mengada-ada, sengaja menyimpang dari konvensi kehidupan dan pola penulisan, tetapi pada super starnya, nampak kuat kebaruan dan kesegaran kreativitas mereka, bahkan kegeniusan mereka. Umumnya, mereka ini pernah pula sukses sebagai pengarang konvensional, sebagaimana para pelukis abstrak yang sempat meroket dan malang melintang di langit dunia mereka, bukan sunyi dari penciptaan lukisan-lukisan naturalis. Dramawan kontemporer/absurd yang tersohor, misalnya Putu Wijaya, N. Riantiarno dan Arifin C. Noer, juga punya seabrek karya  konvensional.
Di langit sastra Indonesia, absurdisme sudah memancar dan mendarah daging pada karya-karya Iwan Simatupang di dasawarsa 60 an, baik dalam dramanya “ Petang di Sebuah Taman “, dan “ RT 0 RW 0 “, cerpen-cerpennya yang terakit dalam “ Tegak Lurus dengan Langit “, maupun dalam empat novel monumentalnya : “ Kering “, “ Merahnya Merah “, “ Ziarah “, “ Koooong “. Ternyata, kehidupan yang serba mungkin dan dirias renda-renda absurditas ini banyak mengilhami lahirnya sastra absurd, sebagai bisa diciptakan oleh penyair Sutarji Calzoum Bachri dalam “O  Amuk  Kapak“, “ Yudhistira Ardi Noegraha dalam “ Omong Kosong “, dan “ Sajak Sikat Gigi “, serta  oleh Ibrahim Sattah dan Sides Sudiarto Ds. dalam sanjak-sanjak mereka, oleh pengarang Budi Darma dalam kumcerpen “ Orang-orang Bloomington” “, oleh Putu Wijaya dalam karya-karya sastranya “ Telegram “, “ Stasiun “, “ Lho “, “ Keok “, “ Sobat “, “ Gres “, di samping drama-dramanya “ Anu “, “ Dag Dig Dug “, “ Aduh “, “ Zat “, oleh Arifin C. Noer dalam “ Kapai-kapai “, “ Mega-mega “, “ Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi “, oleh N. Riantarno dalam “ Bom Waktu “, “ Opera Kecoak “ dan naskah saduran “ Perempuan-perempuan Parlemen “.

d.    PSIKOLOGISME

Aliran yang mengutamakan pembahasan masalah kejiwaan dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa dalam cerita. Dalam novel, suasana jiwa dan konflik batin para pelaku disoroti dengan tajam, detail dan mendalam. “ Belenggu” Armijn Pane, “ Atheis “ Achdiat Kartamiharja, “ Royan Revolusi “ dan “ Kemelut hidup “ Ramadhan K.H., “ Damai dalam Badai “ dan “ Cintaku Selalu Padamu “ Motenggo Boesye, “ Bila Malam Bertambah Malam “ Putu Wijaya, novel-novel N.H. Dini, Titie Said, La Rose, Ike Supomo, Marga T., Ashadi Siregar, Ahmad Tohari, bisa disebut sebagai novel psikologi.

e.    ALIRAN ROMANTIK

Romantisme adalah aliran dalam karya sastra yang mengutamakan perasaan. Romantisme ini timbul sebagai reaksi terhadap rasionalisme yang menganggap segala rahasia alam bisa diselidiki dan diterangkan oleh akal manusia. Romantisme dianggap sebagai aliran yang lebih mementingkan penggunaan bahasa yang indah, mengawang ke alam mimpi. Pengalaman romantisme adalah pengalaman yang hanya terjadi dalam angan-angan, seperti lamunan muda-mudi dengan kekasihnya. Aliran romantisme ini menekankan kepada ungkapan perasaan sebagai dasar perwujudan pemikiran pengarang sehingga pembaca tersentuh emosinya setelah membaca ungkapan perasaannya.
Untuk mewujudkan pemikirannya, pengarang menggunakan bentuk pengungkapan yang seindah-indahnya dan sesempurna-sempurnanya. Aliran romantisme biasanya dikaitkan dengan masalah cinta karena masalah cinta memang membangkitkan emosi. Tetapi anggapan demikian tidaklah selamanya benar. Aliran romantic mengutamakan rasa, sebagai lawan aliran realisme. Pengarang romantis mengawang kealam khayal, lukisannya indah membawa pembaca kealam mimpi. Yang dilukiskannya mungkin saja terjadi, tetapi semua dilukiskan dengan mengutamakan keharuan rasa para pembaca. Bila seseorang berada dalam keadaan gembira, maka suasana sekitarnya harus pula memperlihatkan suasana yang serba gembira, hidup, berseri-seri. Demikian juga sebaliknya. Kata-katanya pilihan dengan perbandingan-perbandingan yang muluk-muluk.
Aliran romantic terbagi pula atas aktif romantic dan pasif romantic. Dinamakan aktif romantic apabila lukisannya menimbulkan semangat untuk berjuang, mendorong keinginan untk maju. Dinamakan pasif romantic, apabila lukisannya berkhayal-khayal, bersedih-sedih, melemahkan semangat perjuangan. Intinya, romantisme adalah sebuah aliran seni yang menempatkan perasaan manusia sebagai unsur yang paling dominan. Dan karena cinta adalah bagian dari perasaan yang paling menarik, maka lambat laun istilah ini mengalami penyempitan makna.
Sastra romantis pun diartikan sebagai genre sastra yang berisi kisah-kisah asmara yang indah dan penuh oleh kata-kata yang memabukkan perasaan, sejarah romantisme, yakni sebuah gerakan di dunia seni yang berawal pada abad ke-19. Gerakan ini memfokuskan diri pada hal-hal yang berhubungan dengan emosi (perasaan) dan kebebasan berimajinasi. Di Eropa, gerakan ini dipelopori oleh sejumlah seniman, seperti William Blake, Lord Byron, Samuel Taylor Coleridge, John Keats, Percy Bysshe Shelley, dan William Wordsworth.
Sastra romantik ditandai dengan ciri-ciri : keinginan untuk kembali ke tengah alam, kembali kepada sifat-sifat yang asli, alam yang belum tersentuh dan terjamah tangan-tangan manusia. Istilah ini juga mencakup ciri-ciri adanya : keterpencilan, kesedihan, kemurungan, dan kegelisahan yang hebat. Kecuali itu romantik juga cenderung untuk kembali kepada zaman yang sudah menjadi sejarah, masa lampau yang terkadang melahirkan manusia-manusia besar. Pengungkapan yang romantis sering dikaitkan dengan percintaan yang asyik dunia muda-mudi yang masih hijau dan belum banyak pengalaman. Tokoh-tokoh dalam fiksi romantik sering digambarkan dengan sangat dikuasai oleh perasaannya dalam merumuskan segala persoalan. Dikisahkan juga tokoh-tokoh yang tak tahan menghadapi hidup yang keras dan kejam. Mereka itu kemudian ada yang lari kegunung atau tempat terpencil lainnya yang dirasakannya jauh dari kekerasan hidup.
Aoh K. Hadimadja menyatakan bahwa salah satu ciri alam romantik tokoh-tokohnya suka membunuh diri, karena terlalu kuat dihinggapi perasaan.Romantisme, aliran yang mementingkan curahan perasaan yang indah dan menggetarkan yang diungkapkan dalam estetika diksi dan gaya bahasa yang mendayu-dayu membuai sukma. Contoh :  “Siti Nurbaya” karya Marah Rusli, “Pertemuan Jodoh” karya Abdul Muis, puisi-puisi Amir Hamzah “ Buah Rindu“, “ Karena Kasihmu “, “ Memuji Dikau“,“ Mengawan “, “ Do’a “, karya-karya Hamka “ Tenggelamnya Kapal Van der Wijk “, “ Di Bawah Lindungan Ka’bah “, “ Di dalam Lembah Kehidupan “, roman “ Upacara “ dan kumpulan sanjak “ Nyanyian Ibadah “ nya Korrie Layun Rampan, kumpulan sanjak  “ Romance Perjalanan“ Kirjomulyo, “ Buku Puisi “nya Hartoyo Andangjaya.

f.     EKSISTENSIALISME

Liaw Yock Fang dalam bukunya “Ikhtisar Kritik Sastra” menyatakan bahwa “Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang kemudian menjadi landasan suatu aliran sastra.”
Ajaran yang pokok dari eksistensialisme ialah bahwa manusia adalah apa yang diciptakannya sendiri. Manusia tidak ditakdirkan oleh Tuhan. Jika ia menolak memilih atau membiarkan dirinya dipengaruhi oleh kekuatan luar, itu adalah kesalahannya sendiri. Karena itu, karya sastra eksistensialisme sangat mementingkan perbuatan, termasuk perbuatan kemauan, sebagai unsur-unsur yang menentukan. Unsur-unsur dasar dari manusia seperti irrasionalitas, ketidak sadaran dan kebawahsadaran juga dipentingkan. Kehidupan dipandang sebagai sesuatu yang dinamis, yang terus mengalir sedangkan kehidupan manusia adalah rentetan saat-saat yang berurutan”.
 Fuad Hasan dalam bukunya “Berkenalan dengan Eksistensialisme” mencoba memprkenalkan suatu alam pikiran yang dewasa ini dikenal dengan nama eksistensialisme, dengan membutiri pendapat filsuf eksistensialis melalui hasil-hasil karya sastranya. Beberapa pikiran tokoh eksistensialisme itu dikutipkan berikut ini :
Manusia adalah pengambil keputusan dalam eksistensinya. Apapun keputusan yang diambilnya tak pernah ia mantap sempurna (Kiergaard).Manusia akan terus menerus dihadapkan pada pilihan-pilihan (Kiergaard).
Dalam hidup ini yang kuatlah yang akan menang, maka kebajikan utama dalam kehidupan adalah kekuatan, apa yang baik, harus kuat ; sebaliknya segala yang lemah adalah buruk dan salah (Niezseche).
Dalam pergaulan antara manusia maka yang harus ditumbuhkan dalam manusia-manusia agung yaitu manusia yang oleh kekuatan tak bisa mengatasi kumpulan manusia-manusia dalam massa (Nietzseche).

g.    FILSAFATISME

Aliran yang mengedapankan hadirnya nilai-nilai filsafati, suatu pemikiran mendalam makna hidup, yang biasanya berangkat dari penghayatan personal. Para pengarang dan penyair yang karya-karyanya kental berkadar filsafat disebut pujangga. Tidak sedikit di antara mereka sekaligus filsuf.
Dari R.A. Kartini, R. Ng. Ronggowarsito, Muhammad Iqbal, Kahlil Gibran, Frans Kafka, Iwan Simatupang, Subagio Sastrowardoyo, Putu Wijaya, Emha Ainun Najib, banyak terlahir sastra filosofis.
Sastra filosofis ada yang berkadar humanis, adapula yang religius. Di sisi lain kita temukan spiritualisme, aliran yang mementingkan nilai-nilai ruhani, kehidupan batiniah, yang menuju kebajikan dan kesempurnaan. Spiritualisme berbeda dengan psikologisme, karena spiritualisme sudah mengacu ke moral luhur, sedang psikologisme membahas kehidupan dari segi jiwanya, lepas dari masalah atau tanpa keharusan penyampaian-penyampaian nilai-nilai dan akhlak mulia.
Sanjak-sanjak ruhani bisa merupakan bagian dari filsafatisme, di samping ia sendiri merupakan perwujudan spiritualisme. Filsafatisme bisa berangkat dari pikiran, bisa pula diilhami wahyu atau mewujudkan renungan hati nurani. Contoh-contoh di bawah ini bisa dimasukkan ke dalam filsafatisme, tetapi juga benar untuk dimasukkan ke dalam spritualisme.

h.    EKSPRESIONISME DAN IMPRESIONISME

Mengekspresikan pandangan seni mereka atau emosi secara kuat. Ekspresionisme tidak pernah merupakan suatu gerakan yang dirancang secara baik. Dapat dikatakan bahwa ciri utama ekspresionisme adalah pemberontakan melawan tradisi realisme dalam bidang sastra dan seni, baik dalam hal pokok persoalannya (subyect matter) maupun gayanya (style).
M.H. Abrams menyatakan bahwa ekspresionisme adalah gerakan dalam sastra dan seni di Jerman yang mencapai puncaknya pada periode 1910 – 1952. Para pelopornya seniman dan pengarang yang dengan bermacam cara menyimpang dari penggambaran yang realistik tentang kehidupan dan dunia. Mereka mengekspresikan pandangan seni mereka atau emosi secara kuat. Ekspresionisme tidak pernah merupakan suatu gerakan yang dirancang secara baik. Dapat dikatakan bahwa ciri utama ekspresionisme adalah pemberontakan melawan tradisi realisme dalam bidang sastra dan seni, baik dalam hal pokok persoalannya (subyect matter) maupun gayanya (style).
A.F. Scott dalam kamusnya Current Literary Terms A Concis Dictionary menyatakan bahwa impresionisme merupakan cara menulis karangan yang tidak memperlakukan realitas secara obyektif, tetapi menyajikan kesan-kesan (impressions) dari pengarangnya. Istilah impressionisme ini berasal dari dunia seni lukis pad paruh pertama abad ke 19 di Perancis.
Sementara itu H.B. Jassin menyebutkan bahwa “ suatu lukisan yang impresiomistis kelihatannya seperti belum selesai. Baru hanya skets. Segala sesuatu tidak dilukiskan pikiran-pikiran yang sudah masak dipikirkannya,…..dia hanya mau melukiskan kesannya sepintas lalu, kesan pertama yang segar “.
Contohnya pada Puisi AKU karya CHAIRIL ANWAR

i.     MELANKHOLISME

Aliran dengan karya-karya penuh warna muram, sendu, kehidupan yang getir dan tragis, sarat ratapan dan rintihan. Kisah cinta klasik, drama-drama dalam film India, cerita-cerita dengan tema kemiskinan, kemalangan hidup dan penderitaan termasuk melankholisme. “ Di dalam Lembah Kehidupan “, “ Tenggelamnya Kapal Van der Wijk “, “ Di bawah Lindungan Ka’bah “ karya Hamka,    “ Buku Harian Seorang Penganggur “ dan cerpen-cerpen serta drama-drama Muhammad Ali, puisi-puisi Amir Hamzah dalam “ Buah Rindu “, kebanyakan sanjak-sanjak Leon Agusta, merupakan sastra melankholik. Lagu-lagu Rinto Harahap, Charles Hutagalung, Benny Panjaitan, A. Riyanto bisa dimasukkan ke sini.

j.     IRONISME

Aliran yang mementingkan nada mengejek, kadang terus terang, kadang melalui sindiran-sindiran. Bisa juga, karya itu sebenarnya merupakan kritik tajam terhadap kondisi sosial atau perilaku tokoh tertentu. “ Melaut Benciku “ Amal Hamzah, “ Kisah Sebuah Celana Pendek “ Idrus, beberapa cerpen Hamsad Rangkuti dan  “ Sumpah WTS “ dan “ Catatan Harian Seorang Koruptor “ F. Rahardi merupakan contoh ironisme.

k.    NIHILISME

Aliran yang mengekspos peristiwa atau pemikiran-pemikiran, bisa saja sampai tingkat filsafat, tanpa landasan moral kemanusiaan, apalagi Keilahian. Cerita-cerita yang ateistik, komunistik, sekuleristik, chauvinistik bisa dimasukkan ke dalam fiksi nihilis. Ada memang, cerita yang menghadirkan paham-paham penafian Tuhan, pemasabodohan agama dan penghalalan segala cara untuk mencapai tujuan, misalnya “ Atheis “ nya Achdiat Kartamihardja, tetapi karena tenden pengarang tidak ke sana sebagai justru terlihat dalam sikap Achdiat yang mengkritik tokoh-tokoh ceritanya itu, maka karangan tersebut tidak bisa digolongkan ke dalam nihilisme.

l.     NATURALISME

Aliran yang mementingkan pengungkapan secara terus-terang, tanpa mempedulikan baik buruk dan akibat negatif. Pengarang naturalis dengan tenangnya menulis tentang skandal para penguasa atau siapapun, dengan bahasa yang bebas dan tajam. Pornografi, karya mereka jatuh menjadi picisan, bukan tabu bagi mereka. Biasanya, hal ini benar-benar mereka sadari, bahkan mereka pun sempat membanggakan naturalisme ini sebagai gaya mereka. Kumpulan sanjak F. Rahardi, “Catatan Harian Sang Koruptor“ dan “Sumpah WTS“, “Belenggu” karya Armyn Pane, beberapa sanjak Rendra “Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta“, “Rick dari Corona“, “Sajak Gadis dan Majikan“, Sajak “SLA“ bisa ditunjuk sebagai contoh pengibar aliran ini. Dari khazanah lama “Surabaya“nya Idrus bisa digunakan sebagai  contoh meskipun tidak seseru punya F. Rahardi dan Rendra.

m.   DETERMINISME

Istilah determinisme berasal dari doktrin filsafat yang menyatakan bahwa setiap kejadian atau peristiwa itu ada penyebabnya. Dalam sastra, determinisme mencoba menggambarkan tokoh-tokoh cerita dikuasai oleh nasibnya, sehingga tokoh tersebut tidak sanggup dan tidak mampu lagi ke luar dari takdir yang telah jatuh pada dirinya.
Takdir yang dimaksudkan di sini bukanlah takdir dari Tuhan sesuai dengan konsepsi yang berlaku pada agama langit, melainkan takdir yang lebih tepat dikatakan sebagai akibat yang tak dapat dielakkan karena peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya, berupa faktor-faktor biologis, lingkungan dan sosial.
H.B. Jassin menyatakan bahwa nasib itu “ ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitar, kemiskinan, penyakit, darah keturunan, dalam hubungan sebab akibat. Menurut ilmu keturunan, ayah atau ibu yang jahat akan menurunkan sifat-sifat jahatnya pada anaknya atau cucu-cucunya, biarpun keturunannya itu bermaksud baik, mau memperbaiki dirinya……….Apabila si orang tua jahat, maka itu bukan pula karena sudah ditakdirkan Tuhan demikian, tetapi karena keadaan masyarakat yang serba bobrok, orang hidup dalam kemiskinan yang sangat, pembagian harta kekayaan antara manusia tidak adil “.(contoh novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” oleh Hamka)
Determinisme berpendapat bahwa tragedi hidup manusia sudah tercetak dalam kemutlakan, merupakan paksaan nasib yang tak bisa ditembus oleh segenap daya dan ikhtiar sang pelaku. Orang sadar dengan kodratnya, sebagai wong cilik, sebagai hamba sahaya, sebagai sang kurban, sehingga tidak akan banyak menuntut. Ia legawa-legalila nrima ing pandum menerima suratan nasib, seperti yang terjadi pada Maria Magdalena Pariyem dalam liris prosanya Linus Suryadi Ag. . Atau, seperti skenario semula, memang tragis penuh tangis. Determinisme bisa dijumpai dalam “ Trilogi Oedipus “ nya Sophokles, “ Tragedi Sangkuriang “, “ Pengakuan Pariyem “ nya Linus Suryadi AG, novel “ Kuterima Penderitaan Ini, Ibu “ Motenggo Boesye,  tokoh-tokoh cerita Iwan Simatupang,  Putu Wijaya, Arifin C yang papa. (baca “Merahnya Merah” dan “Kering” karya Iwan, “Pol” dan “Stasiun” karya Putu, “Mega-mega”, “Kapai-kapai”, “Umang-umang” klarya Arifin.

n.    SIMBOLISME

Pengungkapan simbolis tidak secara harfiah, melainkan dengan simbol-simbol. Sebuah simbol berarti sesuatu yang bermakna sesuatu yang lain. Bunga mawar sebagai simbol dari kecantikan.
Simbolisme merupakan aliran dalam sastra yang mencoba mengungkapkan ide-ide dan emosi lebih dengan sugesti-sugesti daripada menggunakan ekspresi langsung, melalui objek-objek, kata-kata dan bunyi. Aliran ini merupakan reaksi terhadap  realisme dan naturalisme yang hanya berpijak pada kenyataan semata. Sastra simbolik banyak menggunakan simbol atau lambang dalam mengungkapkan pemikiran, emosi, secara samar-samar dan misterius.Karya simbolik terkadang sukar dipahami dan hanya secara samar-samar ditangkap maknanya.
Penyair simbolik bahkan menyukai yang samar-samar itu, oleh karena bagi mereka puisi harus merupakan teka-teki bagi orang biasa, tetapi sebenarnya merupakan musik yang indah bagi yang dapat menghayati dan menikmatinya. Puisi simbolik mencapai keindahannya dengan mengungkapkan objek secara tidak langsung, secara sugestif, dan dengan memperhitungkan efek musiknya yang mengandung makna.
Simbolisme, banyak menggunakan kata-kata kias, lambang-lambang, kata-kata yang bermakna simbolik untuk melukiskan sesuatu. Sesungguhnya, semua fabel (misalnya “Serial Kancil”, “Hikayat Kalilah dan Daminah”) adalah contoh tepat simbolisme ini. “Tinjaulah Dunia Sana” karya Maria Amin,“ Dengar Keluhan Pohon Mangga “, karya Maria Amin, “ Musyawarah Burung “ karya Fariduddin Attar, “ Kucing “ sanjak Sutardji Q.B., “ Ikan-ikan Hiu, Ido, Homa “ karya Y.B. Mangunwijaya, “Ular  dan  Kabut“ sanjak Ayip Rosidi, “Sebuah Lok Hitam“ puisi Hartoyo Andangjaya, hanya sekadar contoh sastra simbolik ini.

o.    IDEALISME

Dalam dunia sastra, idealisme berarti aliran yang menggambarkan dunia yang dicita-citakan, dunia yang diangan-angankan, Aliran dalam kesusastraan yang mengungkapkan hal-hal yang ideal, pengarangnya penuh perasaan dan cita-cita. Mereka berpendapat, sastra punya peran untuk suatu perubahan sosial ke arah yang positif. Sastra bertenden, sebutan untuk karya-karya pengarang idealis, diharapkan mampu mengubah sikap hidup masyarakat atau pembaca dari yang kurang baik menjadi baik, dari yang statis menjadi dinamis, dari yang malas menjadi rajin, dan seterusnya.
Aliran dalam kesusastraan yang mengungkapkan hal-hal yang ideal, pengarangnya penuh perasaan dan cita-cita. Mereka berpendapat, sastra punya peran untuk suatu perubahan sosial ke arah yang positif. Sastra bertenden, sebutan untuk karya-karya pengarang idealis, diharapkan mampu mengubah sikap hidup masyarakat atau pembaca dari yang kurang baik menjadi baik, dari yang statis menjadi dinamis, dari yang malas menjadi rajin, dan seterusnya.
Contoh : “Habis Gelap Terbitlah Terang“ karya  R.A. Kartini;
“Layar Terkembang“ karya  Sutan Takdir Alisjahbana
“Kemarau“ karya A.A. Navis, cerpen “Kadis“ karya Muhammad Diponegoro.
Cerpen  “Sisifus” karya Muhammad Fudoli Zaini
“Candi”karya Sanusi Pane.

p.    HEROISME

Aliran yang mencuatkan nilai-nilai kepahlawanan, kecintaan terhadap tanah air dan figur teladan bangsa, serta semangat membela tanah air. “Bende Mataram“ karya Muhammad Yamin, “Diponegoro“ karya Chairil Anwar,  “Monginsidi“ karya Subagio Sastrowadojo, “Tanah Tumpah Darah“ karya Sitor Situmorang, “Stasiun Tugu“ karya  Taufik Ismail, “Ode bagi Proklamator“ karya  Leon Agusta, dan tentu saja lagu kebangsaan “Indonesia Raya“ dan lagu-lagu nasional “Ibu Kita Kartini“, “Satu Nusa Bangsa“, “Padamu Negeri“, “Rayuan Pulau Kelapa“, juga lagu-lagu “Sepasang Mata Bola“, “Melati Tapal Batas“,  “Pantang Mundur“, merupakan contoh-contoh heroisme ini. “Percikan Revolusi“ dan “Cerita-cerita dari Blora“ karya Pramudya serta cerpen-cerpen revolusi Trisno Yuwono “Di Medan Perang“ dan “Laki-laki dan Mesiu“ bisa dimasukkan ke sini. Heroisme pun kita temukan pada lagu-lagu tertentu ciptaan Leo Kristi dan Gombloh almarhum.



q.    RELIGIUSISME

Religiusme, aliran yang mementingkan nilai-nilai keagamaan atau renungan tentang Tuhan dan manusia di hadapan-Nya. Sastra religius dimiliki oleh setiap agama, juga oleh sastrawan yang punya penghayatan personal terhadap Tuhan. “Gitanyali“ karya Rabindranath Tagore, “Rindu Dendam“ karya Y.E. Tatengkeng,    “Kata Hati“ karya Samadi, beberapa sanjak Rendra dalam “Sajak-sajak Sepatu Tua“, “Balai-balai“, “Sajadah Panjang“, “Aisyah Adinda Kita“ karya Taufik Ismail, “99 untuk Tuhanku“ karya Emha Ainun Najib, “Nyanyian Ibadah” karya Korrie Layun Rampan, cerpen “Di dalam Kereta Api Perjalanan Hidup“ karya Riyono Pratikto, novel “Rindu Ibu adalah Rinduku“ dan “Perempuan-perempuan Impian“ karya Motenggo Boesye, “Wirid“ karya Ikranegara, novel “Ibuku Sayang“ karya Teguh Esha adalah sekadar contoh sastra religius yang bisa dijumpai.

r.    TRANSENDENTALISME

Aliran yang mengetengahkan nilai-nilai transendental, renungan-renungan hidup yang mendalam, yang metafisis (di atas hal-hal yang fisik/nampak). Kalau sastra sufi merupakan katarsisme, maka sastra aliran ini kebanyakan bersifat kontemplatif. Sanjak-sanjak Afrizal Malna dalam “Abad yang Berlari”,
“Isyarat“ dan “Suluk Awang-uwung“ karya Kuntowijoyo, cerpen-cerpen Danarto dan Hamid Jabbar, serta Ahmad Tohari, sanjak-sanjak Umbu Langgu Peranggi dan Goenawan Mohamad, juga “Sejuta Milyar Satu“ karya Eka Budianta, merupakan contoh Transendentalisme.

s.     KOMEDIALISME

Penuh suasana ceria, kocak, menganggap hidup penuh optimisme dan rasa humor, berbeda dengan determinisme dan melankolisme yang pessimistis. Tetapi ia tidak identik dengan lawak. Gaya bahasa Mahbub Junaidi dan Slamet Suseno, bahkan Y.B. Mangunwijaya dalam “Puntung-puntung Rara Mendut“ mengacu ke sini. Drama “Tuan Kondektur“, “Pinangan“, “Orang-orang Kasar“ karya  Anton Chekov, “Kejarlah Daku kau Kutangkap“ karya Asrul Sani, novel “Dari Hari ke Hari“ karya Mahbub Junaidi, “Arjuna Mencari Cinta“ dan “Yudhistira Duda“ oleh Yudhistira Ardi Noegraha merupakan sebagian contoh komedialisme.

t.     MISTISME

Adalah aliran dalam kesusastraan yang mengacu pada pemikiran mistik, yaitu pemikiran yang berdasarkan kepercayaan kepada Zat Tuhan Yang Maha Esa suatu keadaan yang merasa dekat kepada tuhan atau merasa bersatu dengan tuhan dan kebenaran yang paling tinggi. Dengan kata lain mistisme merupakan aliran yang menggambarkan tentang hubungan manusia dengan tuhan.
Contoh karya sastra Aliran Mistisme adalah :- Puisi “Doa” karya Lea Concerina








3.    KAITAN KARYA SASTRA DENGAN ALIRAN ROMANTISME

“Fatwa Cinta”
Kahlil Gibran

Hidup tanpa cinta
Laksana sebuah pohon tanpa bunga dan buah
Cinta tanpa keindahan
Laksana bunga tanpa keharuman dan
Laksana buah tanpa biji
Hidup, cinta, dan keindahan adalah tiga perkara dalam satu inti
Yang berdiri sendiri,
Mutlak dan tak bisa dipindahkan atau diubah
Impian dan cinta akan saling memberi satu dengan yang lain,
Serupa dengan apa yang dilakukan matahari
Ketika mendekati malam
Dan yang dilakukan bulan ketika mendekati pagi
Jangan anggap cinta datang dari persahabatan yang lama dan hubungan akrab
Cinta anak keturunan kecocokan jiwa
Dan jika kecocokan itu tidak ada, cinta tidak akan pernah tumbuh
Dalam hitungan tahun bahkan abad.

Analisisnya: Di dalam fatwa cinta tersebut, Kahlil Gibran berusaha menggambar-kan bagaimana bila rasa cinta itu tumbuh tanpa kita sadari. Dan rasa cinta itu adalah perasaan yang paling indah untuk menghiasi hidup kita. Dimana pembaca dibawa pengarang untuk membayangkan bagaimana deskripsi cinta menurut kejadian alam. Dalam fatwa cinta ini membuktikan bahwa cinta sangat penting dalam kehidupan. Tanpa cinta laksana pohon tanpa bunga dan buah. Dimana pohon bila tidak memiliki bunga dan buah merupakan pohon yang tidak sempurna. Maka cinta menurut definisi Kahlil Gibran berguna untuk menyempurnakan hidup.

Aliran romantisme dalam puisi tersebut sangat terasa karena dari segi bahasa dan simbolisnya membuat perasaan kita menjadi senang dan mengerti apa arti cinta. Dalam hal ini cinta dalam aliran romantisme sangat dominan. Aliran romantisme membawa pengarang ke dalam suasana romantisme yang menghasilkan karangan yang menggugah hasrat mengenai perasaan baik bagi pengarangnya maupun penikmatnya.

Pengamatan dari sang pengarang yang ditumpahkan lewat bahasa yang tidak biasa atau bukan bahasa sehari-hari. Aliran romantisme mempengaruhi sedikit banyak isi dan makna dari setiap karangan yang tercipta, baik secara keseluruhan atau dari inti-intinya saja. Makna yang terkandung menjadi bahan refleksi tersendiri yang dapat membuat pribadi menjadi lebih baik dari sebelumnya, terutama dalam hal perasaan yang halus. Persaan dan logika tidak jarang dapat sejalan meskipun saling melengkapi satu sama lain karena perasaan lahir dari hati nurani yang dimilki setiap insan pastinya.



 

 

 

 


D.   KESIMPULAN

Aliran sastra merupakan pandangan atau haluan yang mempengaruhi jiwa pengarang dalam membuat suatu karya sastra. Dalam aliran sastra terdapat beberapa macam diantaranya:
Realisme,Surrealisme, Absurdisme, Psikologisme, AliranRomantik, Eksistensialisme, Filsafatisme, Ekspresionisme, Impresianisme, Melankolisme, Ironisme, Nihilisme, Naturalisme, Determinisme, Simbolisme, Idealisme, Heroisme, Religiusisme, Transendentalisme,  Komedialisme, dan Mistisme.
Aliran romantisme mempengaruhi sedikit banyak isi dan makna dari setiap karangan yang tercipta, baik secara keseluruhan atau dari inti-intinya saja.












































(Dari berbagai sumber, ditulis pertama kali 27 Juni 2007  – danriris)


https://danririsbastind.wordpress.com/2011/04/13/aliran-aliran-dalam-kesusastraan/, diakses Jum’at, 28Oktober 2016, pukul  17:40 wita


http://subehanabrizick.blogspot.co.id/2013/11/makalah-aliran-aliran-dalam-sastra.html, diakses : Jum’at, 28 Oktober 2016, pukul 17:45 wita.

http://sikatxdesign.blogspot.co.id/2012/11/aliran-romantisme_6.html, diakses : Jum’at, 28 Oktober 2016, pukul 18:40





































Romantisisme adalah sebuah gerakan seni, sastra dan intelektual yang berasal dari Eropa Baratabad ke-18 pada masa Revolusi Industri. Gerakan ini sebagian merupakan revolusi melawan norma-norma kebangsawanan, sosial dan politik dari periode Pencerahan dan reaksi terhadap rasionalisasi terhadap alam, dalam seni dan sastra. Gerakan ini menekankan emosi yang kuat sebagai sumber dari pengalaman estetika, memberikan tekanan baru terhadap emosi-emosi seperti rasa takut, ngeri, dan takjub yang dialami ketika seseorang menghadapi yang sublim (dari alam. Gerakan ini mengangkat seni rakyat, alam dan kebiasaan, serta menganjurkan epistemologiyang didasarkan pada alam, termasuk aktivitas manusia yang dikondisikan oleh alam dalam bentuk bahasa, kebiasaan dan tradisi. Ia dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Pencerahan dan mengagungkan medievalismeserta unsur-unsur seni dan narasi yang dianggap berasal dari periode Pertengahan. Nama "romantik" sendiri berasal dari istilah "romans" yaitu narasi heroik prosa atau puitis yang berasal dari sastra Abad Pertengahan dan Romantik.
Ideologi dan kejadian-kejadian sekitar Revolusi Perancis dan Revolusi Industri dianggap telah memengaruhi gerakan ini. Romantisisme mengagungkan keberhasilan-keberhasilan dari apa yang dianggapnya sebagai tokoh-tokoh heroic dan seniman-seniman yang keliru dipahami, dan yang telah mengubah, masyarakat. Ia juga mengesahkan imajinasi individu sebagai otoritas kritis yang memungkinkan kebebasan dari pemahaman klasik tentang bentuk dalam seni. Dalam penyampaian gagasan-gagasannya gerakan ini cenderung untuk kembali kepada apa yang dianggapnya sebagai keniscayaan sejarah dan alam

Pengertian Istilah :

Sublim
tumbuhnya gagasan-gagasan baru yang segar. Masalah-masalah teologis yang sublim kerap didiskusikan juga, dan gagasan-gagasan yang dikemukakan seputar masalah
9 KB (1.050 kata) - 9 Oktober 2016 04.04
sesungguhnya. (Keadilan Politik, VI, viii.) Milton telah menulis sebuah puisi sublim tentang cerita konyol perihal memakan sebuah apel, dan tentang dendam abadi
13 KB (1.650 kata) - 10 Oktober 2016 03.37
en:signalling > pensinyalan/penyinyalan sublimation > sublimasi, pensubliman/penyubliman, mensublim/menyublim) en:choline > kolin/kolina membran atau memberan prekursor
57 KB (4.251 kata) - 21 Oktober 2015 08.57
sepertinya agak kurang sreg ~ jadi lebih condong ke pensinyalan sublimation = penyubliman / sublimasi (sama sama bisa digunakan) choline = kolina membrane = membran
36 KB (3.377 kata) - 2 Mei 2011 09.14

(Epistemologi, (dari bahasa Yunaniepisteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang safat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Epistemologiatau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis)

(Medievalisme baru adalah istilah yang digunakan Hedley Bull dalam The Anarchical Society untuk mendeskripsikan lunturnya kedaulatan negara di dunia modern yang semakin terglobalisasi. Globalisasi memunculkan sistem internasional yang mirip seperti abad pertengahan dulu, masa ketika kewenangan politik dijalankan oleh beberapa agen tanpa wilayah dan saling tumpang tindih seperti organisasi keagamaan, kepangeranan, kekaisaran, dan negara-kota. Kewenangan politik tunggal justru tidak dijalankan oleh negara yang memilii kedaulatan penuh atas wilayahnya sendiri. Bull berpendapat bahwa sistem internasional masa kini berubah menjadi sistem yang sumber kekuasaannya banyak dan saling tumpang tindih. Ciri khas "medievalisme baru" adalah bertambahnya kekuasaan organisasi kawasan seperti Uni Eropa dan maraknya devolusi pemerintahan seperti yang terjadi di Skotlandia dan Catalunya. Kedua hal ini menjadi tantangan bagi kewenangan negara yang eksklusif. Perusahaan militer swasta, perusahaan multinasional, dan gerakan agama global (e.g. Islamisme) menunjukkan bahwa peran negara semakin berkurang dan kekuasaan dan kewenangan tidak akan terpusat lagi. Anthony Clark Arend menulis dalam bukunya, Legal Rules and International Society (1999), bahwa sistem internasional sedang bergerak ke arah sistem "neo-medieval". Ia mengklalim bahwa tren yang Bull paparkan pada tahun 1977 mulai tampak pada akhir abad ke-20. Arend berpendapat bahwa munculnya sistem "neo-medieval" akan memberi dampak yang mendalam bagi pembentukan dan pelaksanaan hukum internasional.)

Romantisme merupakan corak dalam seni rupa yang berusaha menampilkan unsur fantasi, irasional, indah dan absurd. Aliran ini mencoba menggambarkan sesuatu dari sudut pandang yang romantis sekalipun temanya adalah suatu tragedi yang dramatis. Cara pelukis menggambarkan objeknya bisa jadi sedikit menyimpang dari kenyataan. Jika itu menggambarkan objek atau orang yang sedang bergerak, maka ia di gambar lebih lincah, lebih gagah. Tokoh pria di gambarkan lebih gagah dan tokoh wanita di gambarkan lebih seksi dan cantik. Bermula dari aliran inilah kemungkinan besar para model yang akan di tampilkan dalam bentuk foto maupun visual yang lain di zaman sekarang memerlukan bantuan seorang pengarah gaya.
Aliran romantisme ini bermula pada akhir abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-19. Nuansa ini telah mempengaruhi karakteristik budaya dan banyak karya seni dalam peradaban Barat.
Dimulai dengan gerakan kesenian dan intelektual yang kemudian berimbas pada terjadinya suatu revolusi kemapanan nilai nilai sosial dan keagamaan. Akibat lain yang di bawa aliran romantisme ini meninggalkan individualisme, subjektivitas, irasionalisme imajinasi, emosi, dan emosi alami melebihi alasan dan rasa intelektual.
Romantisisme muncul sebagai sebuah gerakan seni, sastra dan intelektual dariEropa Barat di abad ke-18. Gerakan ini juga muncul sebagai salah satu reaksi terhadap revolusi industri. Romantisme adalah gerakan yang ingin melepaskan diri dari norma norma kebangsawanan yang mengekang kebebasan berekspresi. Demikian juga reaksi sosial terhadap periode pencerahan dan rasionalisasi terhadap alam, dalam seni dan sastra.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjz139-FlEDVq6wXdxTTHYn5FgyYqZ6cHsfxwky5qk-rP-OHYaBZGjje21shzy9Hw6qrPtt3YZNdNSgI90EXn0uhKVp9_TfUrLP3fc7ueLuz8C2LaVhg8Jw797w9gflbUbMdyxyDI75XrIz/s320/rm1.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtJE5jEXQoXPl1XBMv4Klxs5rvjSbRtogvnU4jfwDXISyB4E1oqmclfOzJN-pmrh9wkRKIc9MIpbCAxYtihCN3YAjJIkMtNtMk4UGSfruDKYgPIcdSSOAoBXBLO9gNIbyksd6Zt2jFOXil/s320/rm2.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQ6O7xO4Kyf-Gwx59ExCdY2AjX09ojCDr3lM2UeM20e8rzDl66dEwN9qzzpQ8B0Bf-mr_3fL3e48cWmInmes2hG6P9gejLqt3RghI7V2sDjRy5AK-gyfckohgdsnH-atFIycyOly8yulHh/s320/rm3.png

Lukisan Lukisan Romantisme

Gerakan romantisme memberikan penekanan emosi yang kuat dari segi estetika dan menyertakan emosi seperti rasa takut, takjub, ngeri yang di alami ketika seseorang mengalami sublimasi dari pengaruh alam. Romantisme juga mengangkat seni rakyat, alam dan kebiasaan, serta menganjurkan epistemologi yang di dasarkan pada alam, termasuk aktivitas manusia yang di kondisikan oleh alam dalam bentuk bahasa, kebiasaan dan tradisi. Ia di pengaruhi oleh gagasan gagasan pencerahan dan mengagungkan medievalisme, serta unsur unsur seni dan narasi yang di anggap berasal dari periode pertengahan. Kata romantik sendiri berasal dari bahasa inggris yang berarti gagasan yang tidak rill.
Romantisme merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis moderen indonesia. Dirintis oleh pelukis pelukis pada jaman penjajahan belanda dan di tularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial.
Salah satu pelukis indonesia yang terkenal dengan aliran ini adalah Raden Saleh Syarif Bustaman.

sikatxdesign5:30:00 PM
ARTS HISTORY

Selasa, 19 November 2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar