KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu bahan bacaan yang bermanfaat.
Harapan
saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah
ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Hormat
kami,
Penyusun
MAKALAH ALIRAN-ALIRAN DALAM SASTRA
A. LATAR BELAKANG
Penulisan makalah ini ditujukan untuk menambah wawasan Mahasiswa tentang kesusteraan pada umumnya dan kesusteraan Indonesia khususnya. Penulis memilih tema ini merupakan hasil dari pilihan dari dosen kita. Penulis juga khususnya memilih tema aliran sastra khususnya aliran Romantisme/Romantik karena selama ini tidak pernah mendapatkan ajaran dan penulisan tema tersebut sekaligus menambah pengetahuan dan wawasan penulis. Makalah ini juga ditujukan untuk memenuhi tugas yang dibebankan pada saya sehingga dengan menambahnya wawasan, rasa cinta terhadap kesusasteraan Indonesia juga bisa bertambah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian aliran
sastra ?
2. Berapakah jenis-jenis aliran sastra ?
3. Apa ada keterkaitan karya sastra dengan
aliran romantisme ?
C. PEMBAHASAN
1. ALIRAN SASTRA
Aliran sastra
merupakan pandangan atau haluan yang mempengaruhi jiwa pengarang dalam membuat
suatu karya sastra.
Aliran-aliran dalam kesusastraan memiliki kesamaan dengan aliran dalam
kesenian yang lain, misalnya dalam seni lukis, seni drama, bahkan dalam dunia
filsafat dan kehidupan sosial. Aliran dalam kesusastraan berhubungan erat
dengan pandangan hidup dan kejiwaan pengarang dan penyair, serta biasanya
terekspresikan dalam karya-karya mereka. Artinya, kita memasukkan seorang
sastrawan/sastrawati ke dalam aliran tertentu, hendaknya berdasarkan buah
cipta mereka. Dengan demikian, seorang pengarang bisa dimasukkan ke dalam
beberapa aliran, karena corak karyanya yang bermacam-macam. Sementara itu,
sebuah novel, cerpen, puisi atau teks drama bisa dijadikan beberapa
contoh yang menunjukkan bahwa seorang pengarang menganut beberapa aliran.
Ambillah contoh “Nyanyi Sunyi” karya Amir Hamzah, “Ziarah”, “Merahnya
Merah”, dan “Kering” karya Iwan Simatupang, “Gadlob” dan “Adam Makrifat” karya
Danarto, “Harimau! Harimau!”, “Jalan Tak Ada Ujung” dan “Maut dan Cinta” karya
Muchtar Lubis. Antologi puisi “Nyanyi Sunyi” bisa digunakan contoh untuk
romantisme, mistisme, atau religiusme, tiga novel Iwan yang tadi telah disebut
untuk absurdisme dan eksistensialisme, karya-karya Danarto untuk mistisisme,
simbolisme dan absurdisme, karya-karya Muchtar Lubis untuk idealisme,
humanisme, psikolonialisme.
Aoh. K. Hadimadja dalam bukunya “Aliran-aliran Klasik Romantik, dan
Realisme dalam Kesusastraan” mengatakan bahwa “aliran itu tidak lain daripada
keyakinan yang dianut golongan-golongan pengarang yang sepaham, ditimbulkan
karena menentang paham-paham lama. Adakalanya para penganut aliran yang sama
tidak sepaham benar-benar, akan tetapi pada dasarnya mereka tidak bertentangan,
dan ciri-cirinya pengarang membawa pembawaan dan kepribadian yang khas atau ada
seorang karena ciri-ciri yang umum itu, mereka dapat digolongkan ke dalam
aliran tertentu”.
Sementara itu H. B. Jassin dalam bukunya “Tifa Penyair dan Daerahnya”
menyatakan bahwa aliran dalam sastra dapat “ mengenai cara pengucapan daripada
isi yang diucapkan, “ tetapi “ ada pula aliran-aliran yang menyatakan isi“.
Dari penjelasan di atas dapatlah kita pahami bahwa aliran dalam sastra
sebenarnya berpangkal pada kesadaran sastrawan untuk menentang paham atau
aliran sebelumnya. Perlawanan menentang paham atau aliran lama itu diwujudkan
dalam bentuk ciptaan yang menunjukkan ciri lain daripada yang ada sebelumnya.
Ingatkah Anda pada kumpulan sanjak “Tiga Menguak Takdir”? Kumpulan sajak itu
sebenarnya merupakan bukti perlawanan kelompok penyair muda (Chairil Anwar,
Rivai Apin, Asrul Sani) terhadap Sutan Takdir Alisjahbana. Perlawanan itu
bertolak dari konsepsi kesenian yang berbeda antara dua kelompok sastrawan itu
(Pujangga Baru versus Angkatan ‘45).
Di Indonesia sebenarnya adanya aliran yang secara sadar diperjuangkan untuk
menentang paham atau aliran sebelumnya belum banyak terjadi. Hal ini salah satu
di antaranya disebabkan oleh usia sejarah sastra Indonesia yang belum begitu
lama.
Salah satu indikator
(petunjuk) adanya golongan yang menentang kelompok sastrawan sebelumnya adalah
: adanya suatu manifestasi yang menyatakan pendirian kelompok itu dalam
memperjuangkan gagasan-gagasan barunya. Angkatan ‘45 misalnya dengan
manifestasi yang tercantum pada “ Surat Kepercayaan Gelanggang “ menyatakan
pendirian kelompok tersebut, yang berbeda pendirian dari kelompok sastrawan
Pujangga Baru, sementara itu “ Manifes Kebudayaan “ (17 agustus 1963)
lebih banyak merupakan sikap politik dari sastrawan kelompok bebas (Manifes)
terhadap sastrawan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), daripada pernyataan
melawan kelompok sastrawan generasi sebelumnya. Hal ini disebabkan sastrawan
kelompok Manifes dan kelompok Lekra hidup sezaman.
2. JENIS-JENIS ALIRAN SASTRA.
Berikut ini akan kita pelajari beberapa aliran dalam sastra. Hendaknya
dipahami bahwa aliran-aliran yang disebutkan di sini tidak menjamin bahwa
sastrawannya secara sadar ingin memperjuangkan gagasan-gagasan aliran, dengan
konsep atau pengertian aliran. Dapat kita indentifikasi karya sastra tertentu
termasuk ke dalam kategori aliran sastra tertentu. Hendaknya kita sadari bahwa
masalah aliran ini bukan merupakan monopoli bidang sastra. Aliran-aliran itu
dapat berlaku dalam bidang seni lainnya, terutama pada seni lukis.
Demikianlah jika kita berbicara tentang aliran realisme, maka aliran itu
tidak hanya khusus berlaku pada sastra, tetapi juga berlaku pada seni lukis.
Penjelasan berikut ini tidak berdasarkan pada urutan sejarah kelahirannya.
a. REALISME
Aliran ini mengutamakan realitas kehidupan. Sastra realis merupakan kutub
seberang dari sastra imajis. Apa yang diungkapkan para pengarang realis adalah
hal-hal yang nyata, yang pernah terjadi, bukan imajinatif belaka. Biografi,
otobiografi, true-story, album kisah nyata, roman sejarah, bisa kita masukkan
ke sini. Sastra realis juga berbeda dengan berita surat kabar atau laporan kejadian,
karena ia tidak semata-mata realistik. Sebagai karya sastra, ia pun dihidupkan
oleh pijar imajinasi dan plastis bahasa yang memikat.
Novel “Fatimah“ karya Titie Said, “Rindu Ibu adalah Rinduku” karya Motinggo
Boesye, “Bilik-bilik Muhammad” karya A.R.Baswedan, skenario “Arie
Anggara“ karya Arswendo Atmowiloto, Novel “Pada Sebuah Kapal” karya N. H. Dini,novel biografis “Pangeran dari Seberang“ karya N.H.Dinitentang Amir Hamzah,
“Kota Harmoni” karya Idrus, novel “Dari Hari ke Hari“ Mahbub Junaidi, “ Guruku Orang Pesantren “
Syaifuddin Zuhri merupakan sekadar contoh sastra realis ini. Ia berusaha
berjujur terhadap kenyataan, tetapi hal-hal yang peka, diungkapkan dengan cukup
etis dan sublim.
M.H. Abrams dalam kamusnya “ Glossary of Literary Terms “
menyebutkan bahwa realisme digunakan dalam 2 pengertian :
a. Untuk mengidentifikasi gerakan
sastra pada abad XIX, khususnya prosa fiksi.
b. Menunjukkan cara penggambaran
kehidupan di dalam sastra. Fiksi realistik sering dioposisikan dengan fiksi
romantik. Di dalam romantik disajikan kehidupan yang lebih indah, lebih berani
mengambil resiko, dan lebih heroik, dari pada yang nyata.
b. SURREALISME
Aliran yang terlalu mengagungkan kebebasan kreatif dan berimajinasi
sehingga hasil yang dicapai menjadi antilogika dan antirealitas. Bisa jadi apa
yang terungkap itu pada mulanya berangkat dari kenyataan sekitar, tetapi karena
desain imajinasinya itu sudah demikian sarat, kuat dan jauh, ia terasa ekstrim
dan radikal. Ada semacam keadaan trans (hanyut/kesurupan) di sana, sesuatu yang
tidak kita temukan dalam realisme maupun naturalisme.
Surrealisme lebih dekat terhadap absurdisme daripada terhadap realisme. “Ziarah” karya Iwan Simatumpang,“Radio Masyarakat” karya
Rosihan Anwar,dari sisi tertentu sanjak-sanjak Rendra “ Khotbah “, “
Nyanyian Angsa “, “ Mencari Bapa“, cerpen-cerpen Danarto “ Godlob “, “
Kecubung Pengasihan “, “ Rintrik “, “ Sanu, Infinita Kembar “ Motenggo Boesye
bisa ditunjuk sebagai contoh surrealisme.
Surrealisme merupakan gerakan di kalangan pengarang dan pelukis di
Perancis, yang dimulai sekitar tahun 1920 an. Gerakan ini menghendaki adanya
kebebasan dalam kreativitas artistik, mengungkapkan bawah sadar dengan
imaji-imaji tanpa adanya urutan atau koherensi (seperti di dalam mimpi),
membebaskan diri dari alasan yang logis, standar moralitas, konvensi dan
norma-norma sosial dan artistik.
Surrealisme dapat diartikan sebagai melebihi realisme, karena surrealisme
juga mengagung-agungkan asosiasi yang bebas serta penulisan secara otomatis,
fantasi yang tak terkendali serta asosiasi yang bebas mewakili suatu dunia yang
lebih realistis daripada kenyataan yang riil. Surrealisme mencoba
mengeksploatasi materi-materi di dalam mimpi, keadaan jiwa antara tidur dan
jaga, dan menyerahkan penafsirannya kepada pembaca.
H.B. Jassin menyatakan bahwa “Surrealisme menghendaki keseluruhan dan
kesewaktuan…Sebab itu hasil kesusastraan surrealisme jadi sukar untuk
menurutkannya, logika hilang, alam benda dan alam pikiran dan angan-angan
bercampur baur dalam keseluruhan dan kesewaktuan.
c. ABSURDISME
Aliran dalam kesusastraan yang menonjolkan hal-hal yang di luar jalur
logika, satu kehidupan dan bentang peristiwa imajinatif, dari alam bawah sadar,
suasan trans. Pengarang aliran ini punya kesan mengada-ada, sengaja menyimpang
dari konvensi kehidupan dan pola penulisan, tetapi pada super starnya, nampak
kuat kebaruan dan kesegaran kreativitas mereka, bahkan kegeniusan mereka.
Umumnya, mereka ini pernah pula sukses sebagai pengarang konvensional,
sebagaimana para pelukis abstrak yang sempat meroket dan malang melintang di
langit dunia mereka, bukan sunyi dari penciptaan lukisan-lukisan naturalis.
Dramawan kontemporer/absurd yang tersohor, misalnya Putu Wijaya, N. Riantiarno
dan Arifin C. Noer, juga punya seabrek karya konvensional.
Di langit sastra Indonesia, absurdisme sudah memancar dan mendarah daging
pada karya-karya Iwan Simatupang di dasawarsa 60 an, baik dalam dramanya “
Petang di Sebuah Taman “, dan “ RT 0 RW 0 “, cerpen-cerpennya yang terakit
dalam “ Tegak Lurus dengan Langit “, maupun dalam empat novel monumentalnya : “
Kering “, “ Merahnya Merah “, “ Ziarah “, “ Koooong “. Ternyata, kehidupan yang
serba mungkin dan dirias renda-renda absurditas ini banyak mengilhami lahirnya
sastra absurd, sebagai bisa diciptakan oleh penyair Sutarji Calzoum Bachri
dalam “O Amuk Kapak“, “ Yudhistira Ardi Noegraha dalam “ Omong
Kosong “, dan “ Sajak Sikat Gigi “, serta oleh Ibrahim Sattah dan Sides
Sudiarto Ds. dalam sanjak-sanjak mereka, oleh pengarang Budi Darma dalam
kumcerpen “ Orang-orang Bloomington” “, oleh Putu Wijaya dalam karya-karya
sastranya “ Telegram “, “ Stasiun “, “ Lho “, “ Keok “, “ Sobat “, “ Gres “, di
samping drama-dramanya “ Anu “, “ Dag Dig Dug “, “ Aduh “, “ Zat “, oleh Arifin
C. Noer dalam “ Kapai-kapai “, “ Mega-mega “, “ Dalam Bayangan Tuhan atawa
Interogasi “, oleh N. Riantarno dalam “ Bom Waktu “, “ Opera Kecoak “ dan
naskah saduran “ Perempuan-perempuan Parlemen “.
d. PSIKOLOGISME
Aliran yang mengutamakan pembahasan masalah kejiwaan dalam kaitannya dengan
berbagai peristiwa dalam cerita. Dalam novel, suasana jiwa dan konflik batin
para pelaku disoroti dengan tajam, detail dan mendalam. “ Belenggu” Armijn
Pane, “ Atheis “ Achdiat Kartamiharja, “ Royan Revolusi “ dan “ Kemelut hidup “
Ramadhan K.H., “ Damai dalam Badai “ dan “ Cintaku Selalu Padamu “ Motenggo
Boesye, “ Bila Malam Bertambah Malam “ Putu Wijaya, novel-novel N.H. Dini,
Titie Said, La Rose, Ike Supomo, Marga T., Ashadi Siregar, Ahmad Tohari, bisa
disebut sebagai novel psikologi.
e. ALIRAN ROMANTIK
Romantisme adalah aliran dalam karya sastra yang mengutamakan
perasaan. Romantisme ini timbul sebagai reaksi terhadap rasionalisme yang
menganggap segala rahasia alam bisa diselidiki dan diterangkan oleh akal
manusia. Romantisme dianggap sebagai aliran yang lebih mementingkan penggunaan
bahasa yang indah, mengawang ke alam mimpi. Pengalaman romantisme adalah
pengalaman yang hanya terjadi dalam angan-angan, seperti lamunan muda-mudi
dengan kekasihnya. Aliran romantisme ini menekankan kepada ungkapan perasaan
sebagai dasar perwujudan pemikiran pengarang sehingga pembaca tersentuh
emosinya setelah membaca ungkapan perasaannya.
Untuk mewujudkan pemikirannya, pengarang menggunakan bentuk
pengungkapan yang seindah-indahnya dan sesempurna-sempurnanya. Aliran
romantisme biasanya dikaitkan dengan masalah cinta karena masalah cinta memang
membangkitkan emosi. Tetapi anggapan demikian tidaklah selamanya benar. Aliran
romantic mengutamakan rasa, sebagai lawan aliran realisme. Pengarang romantis
mengawang kealam khayal, lukisannya indah membawa pembaca kealam mimpi. Yang
dilukiskannya mungkin saja terjadi, tetapi semua dilukiskan dengan mengutamakan
keharuan rasa para pembaca. Bila seseorang berada dalam keadaan gembira, maka
suasana sekitarnya harus pula memperlihatkan suasana yang serba gembira, hidup,
berseri-seri. Demikian juga sebaliknya. Kata-katanya pilihan dengan
perbandingan-perbandingan yang muluk-muluk.
Aliran romantic terbagi pula atas aktif romantic dan pasif
romantic. Dinamakan aktif romantic apabila lukisannya menimbulkan semangat
untuk berjuang, mendorong keinginan untk maju. Dinamakan pasif romantic,
apabila lukisannya berkhayal-khayal, bersedih-sedih, melemahkan semangat
perjuangan. Intinya, romantisme adalah sebuah aliran seni yang menempatkan
perasaan manusia sebagai unsur yang paling dominan. Dan karena cinta adalah
bagian dari perasaan yang paling menarik, maka lambat laun istilah ini mengalami
penyempitan makna.
Sastra romantis pun diartikan sebagai genre sastra yang berisi
kisah-kisah asmara yang indah dan penuh oleh kata-kata yang memabukkan
perasaan, sejarah romantisme, yakni sebuah gerakan di dunia seni yang berawal
pada abad ke-19. Gerakan ini memfokuskan diri pada hal-hal yang berhubungan
dengan emosi (perasaan) dan kebebasan berimajinasi. Di Eropa, gerakan ini
dipelopori oleh sejumlah seniman, seperti William Blake, Lord Byron, Samuel
Taylor Coleridge, John Keats, Percy Bysshe Shelley, dan William Wordsworth.
Sastra romantik ditandai dengan ciri-ciri : keinginan untuk kembali ke
tengah alam, kembali kepada sifat-sifat yang asli, alam yang belum tersentuh
dan terjamah tangan-tangan manusia. Istilah ini juga mencakup ciri-ciri adanya
: keterpencilan, kesedihan, kemurungan, dan kegelisahan yang hebat. Kecuali itu
romantik juga cenderung untuk kembali kepada zaman yang sudah menjadi sejarah,
masa lampau yang terkadang melahirkan manusia-manusia besar. Pengungkapan yang
romantis sering dikaitkan dengan percintaan yang asyik dunia muda-mudi yang
masih hijau dan belum banyak pengalaman. Tokoh-tokoh dalam fiksi romantik
sering digambarkan dengan sangat dikuasai oleh perasaannya dalam merumuskan
segala persoalan. Dikisahkan juga tokoh-tokoh yang tak tahan menghadapi hidup
yang keras dan kejam. Mereka itu kemudian ada yang lari kegunung atau tempat
terpencil lainnya yang dirasakannya jauh dari kekerasan hidup.
Aoh K. Hadimadja menyatakan bahwa salah satu ciri alam romantik
tokoh-tokohnya suka membunuh diri, karena terlalu kuat dihinggapi
perasaan.Romantisme, aliran yang mementingkan curahan perasaan yang indah dan
menggetarkan yang diungkapkan dalam estetika diksi dan gaya bahasa yang
mendayu-dayu membuai sukma. Contoh : “Siti Nurbaya”
karya Marah Rusli, “Pertemuan Jodoh” karya Abdul Muis, puisi-puisi Amir Hamzah
“ Buah Rindu“, “ Karena Kasihmu “, “ Memuji Dikau“,“ Mengawan “, “ Do’a “,
karya-karya Hamka “ Tenggelamnya Kapal Van der Wijk “, “ Di Bawah Lindungan
Ka’bah “, “ Di dalam Lembah Kehidupan “, roman “ Upacara “ dan kumpulan sanjak
“ Nyanyian Ibadah “ nya Korrie Layun Rampan, kumpulan sanjak “
Romance Perjalanan“ Kirjomulyo, “ Buku Puisi “nya Hartoyo Andangjaya.
f. EKSISTENSIALISME
Liaw Yock Fang dalam bukunya “Ikhtisar Kritik Sastra” menyatakan bahwa
“Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang kemudian menjadi landasan suatu
aliran sastra.”
Ajaran yang pokok dari eksistensialisme ialah bahwa manusia adalah apa yang
diciptakannya sendiri. Manusia tidak ditakdirkan oleh Tuhan. Jika ia menolak
memilih atau membiarkan dirinya dipengaruhi oleh kekuatan luar, itu adalah
kesalahannya sendiri. Karena itu, karya sastra eksistensialisme sangat
mementingkan perbuatan, termasuk perbuatan kemauan, sebagai unsur-unsur yang
menentukan. Unsur-unsur dasar dari manusia seperti irrasionalitas, ketidak
sadaran dan kebawahsadaran juga dipentingkan. Kehidupan dipandang sebagai
sesuatu yang dinamis, yang terus mengalir sedangkan kehidupan manusia adalah
rentetan saat-saat yang berurutan”.
Fuad Hasan dalam bukunya “Berkenalan dengan Eksistensialisme” mencoba
memprkenalkan suatu alam pikiran yang dewasa ini dikenal dengan nama
eksistensialisme, dengan membutiri pendapat filsuf eksistensialis melalui
hasil-hasil karya sastranya. Beberapa pikiran tokoh eksistensialisme itu
dikutipkan berikut ini :
Manusia adalah pengambil keputusan dalam eksistensinya. Apapun keputusan
yang diambilnya tak pernah ia mantap sempurna (Kiergaard).Manusia akan terus
menerus dihadapkan pada pilihan-pilihan (Kiergaard).
Dalam hidup ini yang kuatlah yang akan menang, maka kebajikan utama dalam
kehidupan adalah kekuatan, apa yang baik, harus kuat ; sebaliknya segala yang
lemah adalah buruk dan salah (Niezseche).
Dalam pergaulan antara manusia maka yang harus ditumbuhkan dalam
manusia-manusia agung yaitu manusia yang oleh kekuatan tak bisa mengatasi
kumpulan manusia-manusia dalam massa (Nietzseche).
g. FILSAFATISME
Aliran yang mengedapankan hadirnya nilai-nilai filsafati, suatu pemikiran
mendalam makna hidup, yang biasanya berangkat dari penghayatan personal. Para
pengarang dan penyair yang karya-karyanya kental berkadar filsafat disebut
pujangga. Tidak sedikit di antara mereka sekaligus filsuf.
Dari R.A. Kartini, R. Ng. Ronggowarsito, Muhammad Iqbal, Kahlil Gibran,
Frans Kafka, Iwan Simatupang, Subagio Sastrowardoyo, Putu Wijaya, Emha Ainun
Najib, banyak terlahir sastra filosofis.
Sastra filosofis ada yang berkadar humanis, adapula yang religius. Di sisi
lain kita temukan spiritualisme, aliran yang mementingkan nilai-nilai ruhani,
kehidupan batiniah, yang menuju kebajikan dan kesempurnaan. Spiritualisme
berbeda dengan psikologisme, karena spiritualisme sudah mengacu ke moral luhur,
sedang psikologisme membahas kehidupan dari segi jiwanya, lepas dari masalah
atau tanpa keharusan penyampaian-penyampaian nilai-nilai dan akhlak mulia.
Sanjak-sanjak ruhani bisa merupakan bagian dari filsafatisme, di samping ia
sendiri merupakan perwujudan spiritualisme. Filsafatisme bisa berangkat dari
pikiran, bisa pula diilhami wahyu atau mewujudkan renungan hati nurani.
Contoh-contoh di bawah ini bisa dimasukkan ke dalam filsafatisme, tetapi juga
benar untuk dimasukkan ke dalam spritualisme.
h. EKSPRESIONISME DAN IMPRESIONISME
Mengekspresikan
pandangan seni mereka atau emosi secara kuat. Ekspresionisme tidak pernah
merupakan suatu gerakan yang dirancang secara baik. Dapat dikatakan bahwa ciri
utama ekspresionisme adalah pemberontakan melawan tradisi realisme dalam bidang
sastra dan seni, baik dalam hal pokok persoalannya (subyect matter) maupun
gayanya (style).
M.H. Abrams menyatakan bahwa ekspresionisme adalah gerakan dalam sastra dan
seni di Jerman yang mencapai puncaknya pada periode 1910 – 1952. Para
pelopornya seniman dan pengarang yang dengan bermacam cara menyimpang dari
penggambaran yang realistik tentang kehidupan dan dunia. Mereka mengekspresikan
pandangan seni mereka atau emosi secara kuat. Ekspresionisme tidak pernah
merupakan suatu gerakan yang dirancang secara baik. Dapat dikatakan bahwa ciri
utama ekspresionisme adalah pemberontakan melawan tradisi realisme dalam bidang
sastra dan seni, baik dalam hal pokok persoalannya (subyect matter) maupun
gayanya (style).
A.F. Scott dalam kamusnya Current Literary Terms A Concis Dictionary
menyatakan bahwa impresionisme merupakan cara menulis karangan yang tidak
memperlakukan realitas secara obyektif, tetapi menyajikan kesan-kesan
(impressions) dari pengarangnya. Istilah impressionisme ini berasal dari dunia
seni lukis pad paruh pertama abad ke 19 di Perancis.
Sementara itu H.B. Jassin menyebutkan bahwa “ suatu lukisan yang
impresiomistis kelihatannya seperti belum selesai. Baru hanya skets. Segala
sesuatu tidak dilukiskan pikiran-pikiran yang sudah masak dipikirkannya,…..dia
hanya mau melukiskan kesannya sepintas lalu, kesan pertama yang segar “.
Contohnya pada Puisi AKU karya
CHAIRIL ANWAR
i. MELANKHOLISME
Aliran dengan karya-karya penuh warna muram, sendu, kehidupan yang getir
dan tragis, sarat ratapan dan rintihan. Kisah cinta klasik, drama-drama dalam
film India, cerita-cerita dengan tema kemiskinan, kemalangan hidup dan
penderitaan termasuk melankholisme. “ Di dalam Lembah Kehidupan “, “
Tenggelamnya Kapal Van der Wijk “, “ Di bawah Lindungan Ka’bah “ karya
Hamka, “ Buku Harian Seorang Penganggur “ dan cerpen-cerpen
serta drama-drama Muhammad Ali, puisi-puisi Amir Hamzah dalam “ Buah Rindu “,
kebanyakan sanjak-sanjak Leon Agusta, merupakan sastra melankholik. Lagu-lagu
Rinto Harahap, Charles Hutagalung, Benny Panjaitan, A. Riyanto bisa dimasukkan
ke sini.
j. IRONISME
Aliran yang mementingkan nada mengejek, kadang terus terang, kadang melalui
sindiran-sindiran. Bisa juga, karya itu sebenarnya merupakan kritik tajam
terhadap kondisi sosial atau perilaku tokoh tertentu. “ Melaut Benciku “ Amal
Hamzah, “ Kisah Sebuah Celana Pendek “ Idrus, beberapa cerpen Hamsad Rangkuti
dan “ Sumpah WTS “ dan “ Catatan Harian Seorang Koruptor “ F. Rahardi
merupakan contoh ironisme.
k. NIHILISME
Aliran yang mengekspos peristiwa atau pemikiran-pemikiran, bisa saja sampai
tingkat filsafat, tanpa landasan moral kemanusiaan, apalagi Keilahian.
Cerita-cerita yang ateistik, komunistik, sekuleristik, chauvinistik bisa
dimasukkan ke dalam fiksi nihilis. Ada memang, cerita yang menghadirkan
paham-paham penafian Tuhan, pemasabodohan agama dan penghalalan segala cara
untuk mencapai tujuan, misalnya “ Atheis “ nya Achdiat Kartamihardja, tetapi
karena tenden pengarang tidak ke sana sebagai justru terlihat dalam sikap
Achdiat yang mengkritik tokoh-tokoh ceritanya itu, maka karangan tersebut tidak
bisa digolongkan ke dalam nihilisme.
l. NATURALISME
Aliran yang mementingkan pengungkapan secara terus-terang, tanpa
mempedulikan baik buruk dan akibat negatif. Pengarang naturalis dengan
tenangnya menulis tentang skandal para penguasa atau siapapun, dengan bahasa
yang bebas dan tajam. Pornografi, karya mereka jatuh menjadi picisan, bukan
tabu bagi mereka. Biasanya, hal ini benar-benar mereka sadari, bahkan mereka
pun sempat membanggakan naturalisme ini sebagai gaya mereka. Kumpulan sanjak F.
Rahardi, “Catatan Harian Sang Koruptor“ dan “Sumpah WTS“, “Belenggu” karya Armyn Pane, beberapa sanjak Rendra “Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta“, “Rick
dari Corona“, “Sajak Gadis dan Majikan“, Sajak “SLA“ bisa ditunjuk sebagai
contoh pengibar aliran ini. Dari khazanah lama “Surabaya“nya Idrus bisa
digunakan sebagai contoh meskipun tidak seseru punya F. Rahardi dan
Rendra.
m. DETERMINISME
Istilah determinisme berasal dari doktrin filsafat yang menyatakan bahwa
setiap kejadian atau peristiwa itu ada penyebabnya. Dalam sastra, determinisme mencoba
menggambarkan tokoh-tokoh cerita dikuasai oleh nasibnya, sehingga tokoh
tersebut tidak sanggup dan tidak mampu lagi ke luar dari takdir yang telah
jatuh pada dirinya.
Takdir yang dimaksudkan di sini bukanlah takdir dari Tuhan sesuai dengan
konsepsi yang berlaku pada agama langit, melainkan takdir yang lebih tepat
dikatakan sebagai akibat yang tak dapat dielakkan karena peristiwa-peristiwa
yang mendahuluinya, berupa faktor-faktor biologis, lingkungan dan sosial.
H.B. Jassin menyatakan bahwa nasib itu “ ditentukan oleh keadaan masyarakat
sekitar, kemiskinan, penyakit, darah keturunan, dalam hubungan sebab akibat.
Menurut ilmu keturunan, ayah atau ibu yang jahat akan menurunkan sifat-sifat
jahatnya pada anaknya atau cucu-cucunya, biarpun keturunannya itu bermaksud
baik, mau memperbaiki dirinya……….Apabila si orang tua jahat, maka itu bukan
pula karena sudah ditakdirkan Tuhan demikian, tetapi karena keadaan masyarakat
yang serba bobrok, orang hidup dalam kemiskinan yang sangat, pembagian harta
kekayaan antara manusia tidak adil “.(contoh novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah”
oleh Hamka)
Determinisme berpendapat bahwa tragedi hidup manusia sudah tercetak dalam
kemutlakan, merupakan paksaan nasib yang tak bisa ditembus oleh segenap daya
dan ikhtiar sang pelaku. Orang sadar dengan kodratnya, sebagai wong cilik,
sebagai hamba sahaya, sebagai sang kurban, sehingga tidak akan banyak menuntut.
Ia legawa-legalila nrima ing pandum menerima suratan nasib, seperti yang
terjadi pada Maria Magdalena Pariyem dalam liris prosanya Linus Suryadi Ag. .
Atau, seperti skenario semula, memang tragis penuh tangis. Determinisme bisa
dijumpai dalam “ Trilogi Oedipus “ nya Sophokles, “ Tragedi Sangkuriang “, “
Pengakuan Pariyem “ nya Linus Suryadi AG, novel “ Kuterima Penderitaan Ini, Ibu
“ Motenggo Boesye, tokoh-tokoh cerita Iwan Simatupang, Putu Wijaya,
Arifin C yang papa. (baca “Merahnya Merah” dan “Kering” karya Iwan, “Pol” dan
“Stasiun” karya Putu, “Mega-mega”, “Kapai-kapai”, “Umang-umang” klarya Arifin.
n. SIMBOLISME
Pengungkapan simbolis tidak secara harfiah, melainkan dengan simbol-simbol.
Sebuah simbol berarti sesuatu yang bermakna sesuatu yang lain. Bunga mawar
sebagai simbol dari kecantikan.
Simbolisme merupakan aliran dalam sastra yang mencoba mengungkapkan ide-ide
dan emosi lebih dengan sugesti-sugesti daripada menggunakan ekspresi langsung,
melalui objek-objek, kata-kata dan bunyi. Aliran ini merupakan reaksi
terhadap realisme dan naturalisme yang hanya berpijak pada kenyataan
semata. Sastra simbolik banyak menggunakan simbol atau lambang dalam
mengungkapkan pemikiran, emosi, secara samar-samar dan misterius.Karya simbolik
terkadang sukar dipahami dan hanya secara samar-samar ditangkap maknanya.
Penyair simbolik bahkan menyukai yang samar-samar itu, oleh karena bagi
mereka puisi harus merupakan teka-teki bagi orang biasa, tetapi sebenarnya
merupakan musik yang indah bagi yang dapat menghayati dan menikmatinya. Puisi
simbolik mencapai keindahannya dengan mengungkapkan objek secara tidak
langsung, secara sugestif, dan dengan memperhitungkan efek musiknya yang
mengandung makna.
Simbolisme, banyak menggunakan kata-kata kias, lambang-lambang, kata-kata
yang bermakna simbolik untuk melukiskan sesuatu. Sesungguhnya, semua fabel
(misalnya “Serial Kancil”, “Hikayat Kalilah dan Daminah”) adalah contoh tepat
simbolisme ini. “Tinjaulah Dunia Sana” karya Maria
Amin,“ Dengar Keluhan Pohon Mangga “, karya Maria Amin, “ Musyawarah Burung “
karya Fariduddin Attar, “ Kucing “ sanjak Sutardji Q.B., “ Ikan-ikan Hiu, Ido,
Homa “ karya Y.B. Mangunwijaya, “Ular dan Kabut“ sanjak Ayip
Rosidi, “Sebuah Lok Hitam“ puisi Hartoyo Andangjaya, hanya sekadar contoh sastra
simbolik ini.
o. IDEALISME
Dalam dunia
sastra, idealisme berarti aliran yang menggambarkan dunia yang dicita-citakan,
dunia yang diangan-angankan, Aliran dalam kesusastraan yang mengungkapkan
hal-hal yang ideal, pengarangnya penuh perasaan dan cita-cita. Mereka berpendapat,
sastra punya peran untuk suatu perubahan sosial ke arah yang positif. Sastra
bertenden, sebutan untuk karya-karya pengarang idealis, diharapkan mampu
mengubah sikap hidup masyarakat atau pembaca dari yang kurang baik menjadi
baik, dari yang statis menjadi dinamis, dari yang malas menjadi rajin, dan
seterusnya.
Aliran dalam kesusastraan yang mengungkapkan hal-hal yang ideal,
pengarangnya penuh perasaan dan cita-cita. Mereka berpendapat, sastra punya
peran untuk suatu perubahan sosial ke arah yang positif. Sastra bertenden,
sebutan untuk karya-karya pengarang idealis, diharapkan mampu mengubah sikap
hidup masyarakat atau pembaca dari yang kurang baik menjadi baik, dari yang
statis menjadi dinamis, dari yang malas menjadi rajin, dan seterusnya.
Contoh : “Habis Gelap
Terbitlah Terang“ karya R.A. Kartini;
“Layar Terkembang“
karya Sutan Takdir Alisjahbana
“Kemarau“ karya A.A.
Navis, cerpen “Kadis“ karya Muhammad Diponegoro.
Cerpen “Sisifus”
karya Muhammad Fudoli Zaini
“Candi”karya Sanusi Pane.
p. HEROISME
Aliran yang mencuatkan nilai-nilai kepahlawanan, kecintaan terhadap tanah
air dan figur teladan bangsa, serta semangat membela tanah air. “Bende Mataram“
karya Muhammad Yamin, “Diponegoro“ karya Chairil Anwar, “Monginsidi“
karya Subagio Sastrowadojo, “Tanah Tumpah Darah“ karya Sitor Situmorang,
“Stasiun Tugu“ karya Taufik Ismail, “Ode bagi Proklamator“ karya
Leon Agusta, dan tentu saja lagu kebangsaan “Indonesia Raya“ dan
lagu-lagu nasional “Ibu Kita Kartini“, “Satu Nusa Bangsa“, “Padamu Negeri“,
“Rayuan Pulau Kelapa“, juga lagu-lagu “Sepasang Mata Bola“, “Melati Tapal
Batas“, “Pantang Mundur“, merupakan contoh-contoh heroisme ini. “Percikan
Revolusi“ dan “Cerita-cerita dari Blora“ karya Pramudya serta cerpen-cerpen
revolusi Trisno Yuwono “Di Medan Perang“ dan “Laki-laki dan Mesiu“ bisa
dimasukkan ke sini. Heroisme pun kita temukan pada lagu-lagu tertentu ciptaan
Leo Kristi dan Gombloh almarhum.
q. RELIGIUSISME
Religiusme, aliran yang mementingkan nilai-nilai keagamaan atau renungan tentang
Tuhan dan manusia di hadapan-Nya. Sastra religius dimiliki oleh setiap agama,
juga oleh sastrawan yang punya penghayatan personal terhadap Tuhan. “Gitanyali“
karya Rabindranath Tagore, “Rindu Dendam“ karya Y.E.
Tatengkeng, “Kata Hati“ karya Samadi, beberapa sanjak Rendra
dalam “Sajak-sajak Sepatu Tua“, “Balai-balai“, “Sajadah Panjang“, “Aisyah
Adinda Kita“ karya Taufik Ismail, “99 untuk Tuhanku“ karya Emha Ainun Najib,
“Nyanyian Ibadah” karya Korrie Layun Rampan, cerpen “Di dalam Kereta Api Perjalanan
Hidup“ karya Riyono Pratikto, novel “Rindu Ibu adalah Rinduku“ dan
“Perempuan-perempuan Impian“ karya Motenggo Boesye, “Wirid“ karya Ikranegara,
novel “Ibuku Sayang“ karya Teguh Esha adalah sekadar contoh sastra religius
yang bisa dijumpai.
r. TRANSENDENTALISME
Aliran yang mengetengahkan nilai-nilai transendental, renungan-renungan
hidup yang mendalam, yang metafisis (di atas hal-hal yang fisik/nampak). Kalau
sastra sufi merupakan katarsisme, maka sastra aliran ini kebanyakan bersifat
kontemplatif. Sanjak-sanjak Afrizal Malna dalam “Abad yang Berlari”,
“Isyarat“ dan “Suluk Awang-uwung“ karya Kuntowijoyo, cerpen-cerpen Danarto
dan Hamid Jabbar, serta Ahmad Tohari, sanjak-sanjak Umbu Langgu Peranggi dan
Goenawan Mohamad, juga “Sejuta Milyar Satu“ karya Eka Budianta, merupakan
contoh Transendentalisme.
s. KOMEDIALISME
Penuh suasana ceria, kocak, menganggap hidup penuh optimisme dan rasa
humor, berbeda dengan determinisme dan melankolisme yang pessimistis. Tetapi ia
tidak identik dengan lawak. Gaya bahasa Mahbub Junaidi dan Slamet Suseno,
bahkan Y.B. Mangunwijaya dalam “Puntung-puntung Rara Mendut“ mengacu ke sini.
Drama “Tuan Kondektur“, “Pinangan“, “Orang-orang Kasar“ karya Anton
Chekov, “Kejarlah Daku kau Kutangkap“ karya Asrul Sani, novel “Dari Hari ke
Hari“ karya Mahbub Junaidi, “Arjuna Mencari Cinta“ dan “Yudhistira Duda“ oleh
Yudhistira Ardi Noegraha merupakan sebagian contoh komedialisme.
t. MISTISME
Adalah aliran
dalam kesusastraan yang mengacu pada pemikiran mistik, yaitu pemikiran yang berdasarkan
kepercayaan kepada Zat Tuhan Yang Maha Esa suatu keadaan yang merasa dekat
kepada tuhan atau merasa bersatu dengan tuhan dan kebenaran yang paling tinggi.
Dengan kata lain mistisme merupakan aliran yang menggambarkan tentang hubungan
manusia dengan tuhan.
Contoh
karya sastra Aliran Mistisme adalah :- Puisi “Doa” karya Lea Concerina
3. KAITAN KARYA SASTRA
DENGAN ALIRAN ROMANTISME
“Fatwa Cinta”
Kahlil Gibran
Hidup tanpa cinta
Laksana sebuah pohon tanpa bunga dan buah
Cinta tanpa keindahan
Laksana bunga tanpa keharuman dan
Laksana buah tanpa biji
Hidup, cinta, dan keindahan adalah tiga perkara dalam satu inti
Yang berdiri sendiri,
Mutlak dan tak bisa dipindahkan atau diubah
Impian dan cinta akan saling memberi satu dengan yang lain,
Serupa dengan apa yang dilakukan matahari
Ketika mendekati malam
Dan yang dilakukan bulan ketika mendekati pagi
Jangan anggap cinta datang dari persahabatan yang lama dan hubungan
akrab
Cinta anak keturunan kecocokan jiwa
Dan jika kecocokan itu tidak ada, cinta tidak akan pernah tumbuh
Dalam hitungan tahun bahkan abad.
Analisisnya: Di dalam fatwa cinta tersebut, Kahlil Gibran berusaha
menggambar-kan bagaimana bila rasa cinta itu tumbuh tanpa kita sadari. Dan rasa
cinta itu adalah perasaan yang paling indah untuk menghiasi hidup kita. Dimana
pembaca dibawa pengarang untuk membayangkan bagaimana deskripsi cinta menurut
kejadian alam. Dalam fatwa cinta ini membuktikan bahwa cinta sangat penting
dalam kehidupan. Tanpa cinta laksana pohon tanpa bunga dan buah. Dimana pohon
bila tidak memiliki bunga dan buah merupakan pohon yang tidak sempurna. Maka
cinta menurut definisi Kahlil Gibran berguna untuk menyempurnakan hidup.
Aliran romantisme dalam puisi tersebut sangat terasa karena dari
segi bahasa dan simbolisnya membuat perasaan kita menjadi senang dan mengerti
apa arti cinta. Dalam hal ini cinta dalam aliran romantisme sangat dominan.
Aliran romantisme membawa pengarang ke dalam suasana romantisme yang
menghasilkan karangan yang menggugah hasrat mengenai perasaan baik bagi
pengarangnya maupun penikmatnya.
Pengamatan dari sang pengarang yang ditumpahkan lewat bahasa yang
tidak biasa atau bukan bahasa sehari-hari. Aliran romantisme mempengaruhi
sedikit banyak isi dan makna dari setiap karangan yang tercipta, baik secara
keseluruhan atau dari inti-intinya saja. Makna yang terkandung menjadi bahan
refleksi tersendiri yang dapat membuat pribadi menjadi lebih baik dari
sebelumnya, terutama dalam hal perasaan yang halus. Persaan dan logika tidak
jarang dapat sejalan meskipun saling melengkapi satu sama lain karena perasaan
lahir dari hati nurani yang dimilki setiap insan pastinya.
D. KESIMPULAN
Aliran sastra merupakan pandangan atau haluan yang mempengaruhi
jiwa pengarang dalam membuat suatu karya sastra. Dalam aliran sastra terdapat
beberapa macam diantaranya:
Realisme,Surrealisme, Absurdisme,
Psikologisme, AliranRomantik, Eksistensialisme,
Filsafatisme, Ekspresionisme, Impresianisme, Melankolisme, Ironisme, Nihilisme,
Naturalisme, Determinisme, Simbolisme,
Idealisme, Heroisme, Religiusisme, Transendentalisme, Komedialisme, dan Mistisme.
Aliran
romantisme mempengaruhi sedikit banyak isi dan makna dari setiap karangan yang
tercipta, baik secara keseluruhan atau dari inti-intinya saja.
(Dari berbagai sumber, ditulis pertama kali 27 Juni 2007 – danriris)
Posted 13 April 2011 by danriris in Artikel, Sastra. « Paragraf
Argumentasi, Deduktif, dan Induktif, Cerpen
Aliran Surrealisme » Tagged: Aliran
sastra, Sastra.
https://danririsbastind.wordpress.com/2011/04/13/aliran-aliran-dalam-kesusastraan/, diakses Jum’at, 28Oktober 2016, pukul 17:40 wita
http://subehanabrizick.blogspot.co.id/2013/11/makalah-aliran-aliran-dalam-sastra.html, diakses : Jum’at, 28 Oktober 2016, pukul 17:45 wita.
http://sikatxdesign.blogspot.co.id/2012/11/aliran-romantisme_6.html, diakses : Jum’at, 28 Oktober 2016, pukul 18:40
Romantisisme adalah
sebuah gerakan seni, sastra dan intelektual yang berasal dari Eropa
Baratabad ke-18 pada
masa Revolusi
Industri. Gerakan ini sebagian merupakan revolusi
melawan norma-norma kebangsawanan, sosial dan politik dari periode Pencerahan dan
reaksi terhadap rasionalisasi terhadap alam, dalam seni dan sastra. Gerakan ini
menekankan emosi yang kuat sebagai sumber dari pengalaman estetika, memberikan
tekanan baru terhadap emosi-emosi seperti rasa takut, ngeri, dan takjub yang
dialami ketika seseorang menghadapi yang sublim (dari
alam. Gerakan ini mengangkat seni rakyat, alam
dan kebiasaan, serta menganjurkan epistemologiyang
didasarkan pada alam, termasuk aktivitas manusia yang dikondisikan oleh alam
dalam bentuk bahasa, kebiasaan dan tradisi. Ia dipengaruhi oleh gagasan-gagasan
Pencerahan dan mengagungkan medievalismeserta
unsur-unsur seni dan narasi yang dianggap berasal dari periode Pertengahan.
Nama "romantik" sendiri berasal dari istilah "romans"
yaitu narasi heroik prosa atau puitis yang berasal dari sastra Abad Pertengahan
dan Romantik.
Ideologi
dan kejadian-kejadian sekitar Revolusi
Perancis dan Revolusi
Industri dianggap telah memengaruhi gerakan ini.
Romantisisme mengagungkan keberhasilan-keberhasilan dari apa yang dianggapnya
sebagai tokoh-tokoh heroic dan seniman-seniman yang keliru dipahami, dan yang
telah mengubah, masyarakat. Ia juga mengesahkan imajinasi individu sebagai
otoritas kritis yang memungkinkan kebebasan dari pemahaman klasik tentang
bentuk dalam seni. Dalam penyampaian gagasan-gagasannya gerakan ini cenderung
untuk kembali kepada apa yang dianggapnya sebagai keniscayaan sejarah dan alam
Pengertian
Istilah :
Sublim
tumbuhnya gagasan-gagasan baru yang segar. Masalah-masalah teologis
yang sublim kerap didiskusikan juga, dan
gagasan-gagasan yang dikemukakan seputar masalah
9 KB (1.050 kata) - 9 Oktober 2016 04.04
sesungguhnya. (Keadilan Politik, VI, viii.) Milton telah menulis
sebuah puisi sublim tentang cerita konyol
perihal memakan sebuah apel, dan tentang dendam abadi
13 KB (1.650 kata) - 10 Oktober 2016 03.37
en:signalling > pensinyalan/penyinyalan sublimation >
sublimasi, pensubliman/penyubliman,
mensublim/menyublim)
en:choline > kolin/kolina membran atau memberan prekursor
57 KB (4.251 kata) - 21 Oktober 2015 08.57
sepertinya agak kurang sreg ~ jadi lebih condong ke pensinyalan
sublimation = penyubliman / sublimasi (sama sama
bisa digunakan) choline = kolina membrane = membran
36 KB (3.377 kata) - 2 Mei 2011 09.14
(Epistemologi, (dari bahasa
Yunaniepisteme
(pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan
dan dibahas dalam bidang safat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana
karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Epistemologiatau
Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan
tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai
metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme,
metode kontemplatis dan metode dialektis)
(Medievalisme baru adalah istilah yang digunakan Hedley Bull dalam The Anarchical Society untuk mendeskripsikan lunturnya kedaulatan negara di dunia modern yang semakin terglobalisasi. Globalisasi
memunculkan sistem internasional yang mirip seperti abad pertengahan dulu, masa
ketika kewenangan politik dijalankan oleh beberapa agen tanpa wilayah dan
saling tumpang tindih seperti organisasi keagamaan, kepangeranan, kekaisaran, dan negara-kota. Kewenangan politik tunggal justru tidak dijalankan oleh negara
yang memilii kedaulatan penuh atas wilayahnya sendiri. Bull berpendapat bahwa
sistem internasional masa kini berubah menjadi sistem yang sumber kekuasaannya
banyak dan saling tumpang tindih. Ciri khas "medievalisme baru"
adalah bertambahnya kekuasaan organisasi kawasan seperti Uni
Eropa dan maraknya devolusi pemerintahan seperti yang terjadi di Skotlandia dan Catalunya. Kedua hal ini menjadi tantangan bagi kewenangan negara yang
eksklusif. Perusahaan militer swasta, perusahaan multinasional, dan gerakan agama global (e.g. Islamisme) menunjukkan bahwa peran negara semakin berkurang dan kekuasaan
dan kewenangan tidak akan terpusat lagi. Anthony Clark Arend
menulis dalam bukunya, Legal Rules and International Society (1999),
bahwa sistem internasional sedang bergerak ke arah sistem
"neo-medieval". Ia mengklalim bahwa tren yang Bull paparkan pada tahun
1977 mulai tampak pada akhir abad ke-20. Arend berpendapat bahwa munculnya
sistem "neo-medieval" akan memberi dampak yang mendalam bagi
pembentukan dan pelaksanaan hukum internasional.)
Romantisme
merupakan corak dalam seni rupa yang berusaha menampilkan unsur fantasi,
irasional, indah dan absurd. Aliran ini mencoba menggambarkan sesuatu dari
sudut pandang yang romantis sekalipun temanya adalah suatu tragedi yang
dramatis. Cara pelukis menggambarkan objeknya bisa jadi sedikit menyimpang dari
kenyataan. Jika itu menggambarkan objek atau orang yang sedang bergerak, maka
ia di gambar lebih lincah, lebih gagah. Tokoh pria di gambarkan lebih gagah dan
tokoh wanita di gambarkan lebih seksi dan cantik. Bermula dari aliran inilah
kemungkinan besar para model yang akan di tampilkan dalam bentuk foto maupun
visual yang lain di zaman sekarang memerlukan bantuan seorang pengarah gaya.
Aliran
romantisme ini bermula pada akhir abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-19.
Nuansa ini telah mempengaruhi karakteristik budaya dan banyak karya seni dalam
peradaban Barat.
Dimulai dengan
gerakan kesenian dan intelektual yang kemudian berimbas pada terjadinya suatu
revolusi kemapanan nilai nilai sosial dan keagamaan. Akibat lain yang di bawa
aliran romantisme ini meninggalkan individualisme, subjektivitas, irasionalisme
imajinasi, emosi, dan emosi alami melebihi alasan dan rasa intelektual.
Romantisisme
muncul sebagai sebuah gerakan seni, sastra dan intelektual dariEropa Barat di
abad ke-18. Gerakan ini juga muncul sebagai salah satu reaksi terhadap revolusi
industri. Romantisme adalah gerakan yang ingin melepaskan diri dari norma norma
kebangsawanan yang mengekang kebebasan berekspresi. Demikian juga reaksi sosial
terhadap periode pencerahan dan rasionalisasi terhadap alam, dalam seni dan
sastra.
Gerakan romantisme memberikan
penekanan emosi yang kuat dari segi estetika dan menyertakan emosi seperti rasa
takut, takjub, ngeri yang di alami ketika seseorang mengalami sublimasi dari
pengaruh alam. Romantisme juga mengangkat seni rakyat, alam dan kebiasaan,
serta menganjurkan epistemologi yang di dasarkan pada alam, termasuk aktivitas
manusia yang di kondisikan oleh alam dalam bentuk bahasa, kebiasaan dan
tradisi. Ia di pengaruhi oleh gagasan gagasan pencerahan dan mengagungkan
medievalisme, serta unsur unsur seni dan narasi yang di anggap berasal dari
periode pertengahan. Kata romantik sendiri berasal dari bahasa inggris yang
berarti gagasan yang tidak rill.
Romantisme merupakan aliran tertua
di dalam sejarah seni lukis moderen indonesia. Dirintis oleh pelukis pelukis
pada jaman penjajahan belanda dan di tularkan kepada pelukis pribumi untuk
tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial.
sikatxdesign5:30:00 PM



Tidak ada komentar:
Posting Komentar